أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Tuesday, May 7, 2013

Dari Ruang Sederhana, Mereka Mengajarkan untuk Memahami Dunia dan Manusia


Ruangan Imam al-Dardir, 28 April 2013 pukul 9:30 clt. Kuliah terakhir pelajaran Tafsir Tahlili...


Prof. DR. Abdul Fattah Abdul Ghani, Ulama Tafsir Universitas al-Azhar (Duktur): “Sebelum saya memulai pelajaran, saya ingin berterimakasih kepada kalian kerena sudah berlapang dada dan sabar dengan saya yang selama ini cukup keras dengan kalian. Tapi ketahuilah, tanyakan kepada kakak kelas kalian dulu, saya melakukan itu karena sayang dengan kalian.Seperti sayangnya

guru dengan muridnya, bahkan sayangnya seorang ayah dengan anaknya. Saya bersaksi kepada Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Memberi Kabar, saya mencintai kalian melebihi cinta saya kepada anak-anak saya. Memang anak-anak itu membawa nama orang tuanya, tapi bisa jadi terputus seiring berlalunya zaman. Berbeda dengan para penuntut ilmu, dia membawa bendera pewaris Nabi yang akan terus berlangsung hingga akhir zaman."

"Kalau seseorang itu punya anak satu atau dua, guru itu punya anak lebih banyak, yaitu murid-muridnya yang lahir dari rahim ilmu dan tidak pernah terputus. Angkatan kalian luar biasa, banyak keistimewaan yang belum tentu ada di pendahulunya. Oleh karena itu saya tidak mengkhawatirkan kalian ketika menghadapi kerasnya ujian nanti.(Grrrrr.....satu kelas pun tertawa). Ya kan sulitnya ujian itu mencerminkan kualitas.”

Mahasiswa: “Ada contoh-contoh soal Duktur? :D ”

Duktur: “Lho yang dari awal saya ajarkan kepada kalian itu ya soal-soal semua (heheheh). Coba, siapa diantara kalian yang tinggal kelas tahun kemarin? Pasti yang tidak lulus itu bukan pelajaran saya. Tahun kemaren lulus semua di pelajaran saya...”

Mahasiwa:”BarakalLaah fiikum yaa Duktuur....” :D

Duktur: “Ok sekarang kita mulailagi mengkaji tafsir Surah al-Taubah (ayat 128-129 -pen)”

.........................................................

Duktur: “Kita, para penuntut ilmu itu menjaga warisan para Nabi. Ya harus kita jaga sampai akhir hayat. Satu keistimewaan lagi, umat memandang kita, dengan pandanga nhormat. Kepribadian para salafussalih, para pendahulu kita, merupakan dakwah yang hidup, yang menjadikan umat dan bangsa-bangsa berbondong-bondong masuk Islam. Itu masalah kepribadian, termasuk dalam hal teori dan pendidikan, yang kalian bawa. Umat akan menjadikan kalian teladan yang akan diikuti. Karena mereka melihat ada keteladanan Rasul dalam diri kalian."

"Kalian sama-sama tahu, umat memberikan kepercayaan kepada kita, bahkan lebih besar daripada kepercayaan mereka terhadap para raja dan pemimpin. Karena mereka tahu bahwa dakwah kitaitu tanpa tendensi. Berbeda dengan yang lain. Ya tidak dapat dipungkiri, ketika masyarakat memandang dakwahnya orang-orang yang menginginkan kekuasaan, kursi, dan sebagainya, mereka berpikir, "Pasti ada 'sesuatunya' di balik itu." Ok, saya lanjutkan, Laqad Jâ'akum...(seorang mahasiswa Mesir tunjuk jari) ya ada apa?"

Mahasiswa: “Duktur, sekarang inidi masjid-masjid (Mesir-pen) banyak sekali dijumpai para da`i, mereka memang mengajak masyarakat untuk taat kepada Allah juga. Tapi para da`i itu juga ingin membatasi peran al-Azhar karena fikrah yang mereka anut. Bagaimana sikap kita terhadap mereka? Memang mereka juga sama-sama orang Islam, tapi ya mereka memiliki fikrah atau paham sendiri.”

Duktur: “Bukan...bukan...bukanseperti itu. Begini, seorang Azhary itu ensiklopedis, iya kan? Al-Ashlu fial-Azhary an Yakûna Mausû`iyyan (aslinya, seorang Azhary itu tahu banyakdari banyak ilmu). Segala bentuk perbedaan fikrah atau paham itu, seharusnya bisa dipahami oleh seorang Azhary. Kenapa? Karena sebenarnya banyak juga dijumpai kesamaan antara kalian (wahai anak-anak Azhar-pen) dengan mereka."

"Sejak tahun 2009, saya menjadi instruktur pembinaan da`i dan imam masjid yang diselenggarakan oleh al-Azhar, di daerah Abbasiyah sana. Ada juga kan diantara kalian yang ikut? (Salah seorang mahasiswa tunjuk jari.) Nah loh, itu ada. Saya juga tahu diantara mereka yang ikut terdapat banyak perbedaan fikrah. Tapi saya bisa memahami semuanya, karena saya berbicara kebenaran umum yang sama-sama dianut mereka juga. Saya juga bisa menjelaskan mana yang benar kepada mereka tanpa mencederai perasaan mereka. Kalian kan sama-sama mencari kebenaran. Al-Hikmatu Dhâlatu'l Mu`min (hikmah itu adalah barang yang hilang dari orang mukmin,bisa ditemukan dari mana saja-pen). Bisa juga hikmah itu juga ada di tangan mereka,iya kan? Kalau ada suatu syubhat menutupi mereka, ya kalian harus bisa menyingkapnya.InsyaalLah mereka akan menerima kalian juga. Saya katakan kepada kalian,seorang Azhary yang berwawasan luas dan mendalam, dan bersifat lapang dada, diaakan mampu memahami atau mengayomi segala macam bentuk pemikiran/fikrah di dunia ini."

"Islam sendiri juga menerima orang-orang yang berbeda akidahnya (untuk hidup bersama-pen). Lihat di zaman Rasulullah Saw., orang-orang Yahudi juga bisa tinggal di Madinah padahal mereka berpotensi membuat makar dan bisa membahayakan. Allah juga tidak memerintahkan kepada Rasulullah Saw. untuk mengeluarkan mereka dari Madinah. Kalau Islam saja menerima orang-orang yang seakidah untuk hidup di tengah-tengah orang Islam,bagaimana dengan orang-orang yang sama-sama Islam, hanya berbeda fikrah dengankalian hayo? Subhanallah, zaman dulu saya tidak pernah melihat permusuhan antara sesama pemuda Islam atau sesama da`i seperti sekarang ini."

"Dulu, di al-Azhar itu penganut madzhab Hanbali, Syafi`i, Maliki, dan Hanafi, mereka semua tinggal di ruwaq (ruangan-ruangan khusus para penuntut ilmu di Masjid al-Azhar) yang sama. Keluar dari ruwaq mereka tetap kembali kepada mazhab masing-masing, tapiya tidak kemudian bermusuhan."

"Perhatikan juga contoh dari para ulama ketika mengkritik Imam al-Zamakhsyari (penulis Tafsir al-Kasysyâf) dari Mu`tazilah. Mereka tetap mengkritik dengan santun. Karena mereka tahu Imam al-Zamakhsyari juga seorang ulama bahkan Imam yang ingin berkhidmah terhadap Islam. Bukan karena berbeda pada satu duahal dalam persoalan agama, kemudian seseorang itu diserang habis-habisan.Mereka tetap mengkritik dengan sopan santun. Kan yang penting tujuan kitamencapai kebenaran?"

"Coba sekarang, perbedaan antara sesamaorang-orang al-Azhar, atau dengan yang bukan al-Azhar itu dimana sih? Kan disifat-sifat (Allah) khabariyah. Iya kan? Ada ulama mengatakan,

وَكُلًّ نَصٍّ أَوْهَمَ التَّشْبِيْهَ# أوِّلْهُ أَوْ فَوِّض وَرُم تَنْزِيْهَا

"Beliau ingin menjelaskan bahwa antara ulama yang berbeda itu sebenarnya maunya satu, yaitu al-Tanzîh. Menyucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. Yang satu melakukan al-Tafwîdh, satu lagi melakukan takwil sebatas makna bahasa. Keadaan mengharuskan demikian karena munculnya kelompok mujassimah dan musyabbihah. Bukan karena ingin berbeda denga para pendahulunya (salaf). Perbedaan dalam ranah ini tidak seharusnya menjadi pemecah belah umat. Dari pada kita saling bermusuhan, saling menfasiqkan dan menyesatkan satu sama lain, lebih baik kita sama-sama menjadi tentara yang menjaga ajaran agama Islam dari serangan para orientalis dan misionaris."
Pemikiran wasathiyah (moderat) al-Azhar itulah yang dibutuhkan oleh umat. Lha terus, siapa yang membawa pemikiran tersebut? Ya kalian ini! Tidak mungkin kecuali dengan banyak membaca, menelaah, berdiskusi, dekat dengan ulama, dan sebagainya, sehingga kalian memahami teks-teks agama secara benar. Kemudian ajak mereka diskusi dengan adab yang santun. Itu yang paling penting, bukan sekedar menjadi doktor (itu kata beliau yang sudah al-Ustadz alias profesor, kalau penulis sendiri ya mau persiapan ujian :D ). Emang kenapa kalau sudah dapat ijazah? Tujuan utama kita bukan gelar. Ketahuilah, sampai sekarang ada orang-orang yang sudah jadi ulama tapi tidak berhenti belajar mengikuti gurunya. Ketika mereka membaca buku di malam hari mereka menemukan teks yang sulit dipahami, mereka ingin menelpon gurunya tapi sudah terlalu malam. Besoknya mereka baru bertanya, "Syekh, saya membaca sebuah buku, menemukan teks ini dan saya tidak paham....(sekali lagi) saya tidak paham" Itu bukan sebuah aib ! Apakah sikap semacam ini diantara para penuntut ilmu? Kalau ada kesuksesan akan diraih, kalau enggak?.....

"Ok, kita lanjutkan pelajaran..."