أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Friday, December 30, 2011

Mengenal Kalender Hijriyah

(Ini tulisan lama saya, tentang kalender hijriyah...Besar harapan buat jadi karya yang lebih 'buku'. Oh ya, atas 'keusilan' seorang kakak kelas, tulisan ini dia utak-atik (alias di-edit) kemudian dimasukkan ke majalah Suara Muhammadiyah. Ok, jazakumullah K'....)

Selamat tahun baru semua! Semoga kebaikan dan ilmu kita senantiasa bertambah. Tahun baru? Ya, jangan lupa bahwa sekarang adalah bulan Muharram yang merupakan bulan pertama dalam kalender hijriyah. Sangat tidak bijaksana apabila kita mengikuti kebiasaan masyarakat yang memaknai tahun baru miladiyah hanya dengan countdown, terompet, dan pesta. Kalender hijriyah lahir melalui proses yang matang dan ilmiah. Ada spirit agama juga di dalamnya. Tulisan sederhana ini mencoba mengkaji sedikit tinjauan normatif kalender hijriyah.

Bulan sebagai Patokan Penanggalan

Bulan berevolusi sampai kembali membentuk posisi satu garis lurus antara matahari-bulan-bumi (fase ini disebut dengan konjungsi) selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Inilah yang dinamakan dengan satu bulan. Dua belas kali peristiwa ini 354 hari 8 jam 48 menit 35 detik) waktunya hampir sama dengan kala edar bumi mengelilingi matahari (satu tahun kalender Miladiyah). Al-Biruni (362-440 H), seorang astronom muslim, mengatakan bahwa inilah yang menyebabkan satu tahun dalam kalender Hijriyah ada 12 bulan (Ahmad Fuad Basya, Âfâqu’l Mu’âshirah fî Turâtsinâ al-‘Ilmi, hal. 148). Apabila kita melacak kembali pada kitab-kitab tafsir seperti Jâmi’u’l Bayân, Imam al-Thabari mengatakan bahwa jumlah 12 bulan dalam setahun adalah ketetapan Allah Swt. sesuai Firman Allah Swt. dalam Surah al-Taubah ayat 36-37. Imam al-Razi juga menambahkan bahwa jumlah 12 bulan dalam setahun ini sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfûdz dan tercantum dalam al-Quran.


Hilal (Newmoon)

Bukan sebuah judul film, melainkan inilah yang kemunculannya digunakan sebagai patokan awal bulan. Sebenarnya apakah arti hilal itu? Secara etimologis kata (الهلال) merupakan bentukan dari kata (الإهلال) yang berarti teriakan dan mengangkat suara. Dalam Lisânu’l ‘Arab, dinyatakan bahwa kata (الهلال) merupakan permulaan bulan ketika manusia meneriakkan suara ketika melihatnya di awal bulan. Keterkaitan antara teriakan dengan munculnya awal bulan dapat dipahami dari sini. Sudah merupakan kebiasaan orang Arab ketika melihat hilal sebagai tanda munculnya bulan baru, mereka kemudian mengumumkan dengan meneriakkannya. Namun secara umum, dalam memaknai hilal Ibnu Manzhur berpendapat bahwa ia adalah bulan sabit pada hari pertama dan kedua bulan qamariyah. (Ibnu Mandzur, Lisânu’l ‘Arab, hal. 4690)

Dari kalangan mufassir dalam memaknai hilal, mereka lebih menitikberatkan pada fungsinya. Sebab diturunkannya ayat ini adalah pertanyaan yang sering diajukan oleh orang Yahudi terhadap kaum muslimin tentang fungsi hilal. Kemudian turunlah Surah al-Baqarah ayat 189 datang memberikan penjelasan mengenai fungsi hilal. Dalam berbagai riwayat diterangkan bahwa kemunculan hilal berfungsi sebagai pedoman penentuan waktu bagi manusia khususnya dalam pelaksanaan ibadah.

Secara astronomis, definisi hilal (newmoon) adalah fase bulan setelah berada di satu garis bujur yang sama dengan matahari dan bumi. Dalam fase ini, bulan terlihat hanya sebagian kecil dari bagiannya setelah mengalami peristiwa konjungsi. Bagian kecil yang disinari matahari inilah yang disebut dengan hilal yang menandakan datangnya bulan baru.

Hisab ‘Urfi

 Dalam prakteknya, tentunya sangat mustahil menerapkan sebuah sistem kalender  lunar yang tepat 100 % dengan masa perjalanan bulan sinodis yang berjumlah 354 hari 8 jam 48 menit 35 detik setahun (354,367 hari). Tidak mungkin ada satu hari yang panjangnya hanya 8 jam 48 menit 35 detik. Oleh karenanya, ada sebuah strategi hisab ‘urfi dengan menggunakan sistem kabisat (tahun panjang, dalam Kalender Hijriyah panjangnya adalah 355 hari, sedangkan tahun basitah atau tahun pendek panjangnya adalah 354 hari, penambahan satu hari tersebut diletakkan pada bulan terakhir, Zulhijah). Penanggalan semacam inilah yang kita pakai di tanah air. Adapun metode pembagiannya adalah sebagai berikut:
  • Peredaran bulan sinodis: 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Angka 2,8 detik diabaikan karena sangat kecil sehingga tidak berarti. Dengan demikian, rata-rata hari dalam satu tahun adalah:
     29,5 hari x 12 = 354 hari
    44 menit x 12 = 528 menit
  • Jadi, dalam setahun ada 354 hari 528 menit  Berhubung manusia tidak mungkin menggunakan kalender dengan jumlah hari 0,5 maka untuk menyiasatinya bilangan pecahan 29,5 hari tersebut dikalikan dengan 2 sehingga menjadi 59 hari (hitungan 2 bulan). 30 hari diberikan kepada bulan ganjil, 29 hari diberikan kepada bulan genap. Sehingga, dalam satu tahun ada 6 bulan yang berjumlah hari 29 dan 6 bulan yang berjumlah hari 30. Apabila dijumlahkan maka akan didapatkan angka 354 hari (jumlah hari dalam satu tahun hisab ‘urfi). Angka 29 dan 30 ini juga sejalan dengan hadis Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa bulan itu bisa berjumlah 30 hari atau 29 hari.
  • Terdapat sisa 44 menit setiap bulan yang akan menjadi 528 menit setiap tahun. Dalam waktu 3 tahun, jumlah ini akan menjadi 1 hari lebih sedikit (528 x 3 = 1548 menit, 1 hari = 1440 menit). Dalam siklus 1 daur (1 daur ada 30 tahun karena apabila 0,367 hari yang merupakan sisa hari setiap tahun dikalikan dengan 30 tahun akan menghasilkan 11,01 hari dengan angka di belakang koma terkecil) akan menjadi 15480 menit atau genap 11 hari (15480 : 1440 = 11). Sisa 11 hari tersebut didistribusikan ke dalam tahun-tahun selama 1 daur (30 tahun). Masing-masing akan mendapatkan 1 tahun.

Adapun tahun-tahun yang mendapatkan tambahan satu hari dalam periode 30 tahun itu adalah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15 (ada yang mengatakan bahwa tahun kabisat adalah tahun ke 16), 18, 21, 24, 26 dan 29. Juga tahun-tahun yang angkanya merupakan kelipatan 30.

Terlihat adanya ketidakteraturan dalam penetapan kabisat, interval antara satu tahun kabisat dengan tahun kabisat berikutnya memang tidak teratur. Namun ada metode tersendiri dalam menetapkan tahun kabisat.

Untuk mengetahui apakah suatu tahun itu kabisat atau basitah, caranya dengan membagi bilangan tahun dengan 30 (1 daur), sisa pembagiannya apabila terdapat pada salah satu angka di atas, maka ia kabisat. Misalkan tahun 1359 : 30 = 45 daur sisa 9 tahun, berarti 1359 merupakan tahun basitah. Tahun 1431 : 30 = 47 daur sisa 21 tahun, berarti, 1431 merupakan tahun kabisat.

Hisab ‘Urfi dalam Timbangan

Konsekuensi dari metode penetapan bulan qamariyah seperti dikemukakan di atas adalah bahwa mulainya bulan qamariyah dalam hisab ‘urfi tidak selalu sejalan dengan kemunculan bulan di langit. Bulan Ramadhan dalam hisab ‘urfi ditetapkan umurnya 30 hari karena merupakan bulan bernomor urut ganjil (bulan ke-9), padahal bulan Ramadhan berdasarkan kemunculan Bulan di langit bisa saja berumur 29 hari dan justru Rasulullah Saw. lebih sering berpuasa selama 29 hari! Selain itu, bagaimanapun perhitungan 2,8 detik yang tadinya diabaikan akan terakumulasi menjadi satu hari setelah 2500 tahun.

Di antara salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan kalender dengan hisab hakiki. Hisab hakiki adalah metode penentuan awal bulan kamariah yang dilakukan dengan menghitung gerak faktual (sesungguhnya) Bulan di langit sehingga bermula dan berakhirnya bulan kamariah mengacu pada kedudukan atau perjalanan Bulan benda langit tersebut. Hanya saja untuk menentukan pada saat mana dari perjalanan Bulan itu dapat dinyatakan sebagai awal bulan baru terdapat berbagai kriteria dalam hisab hakiki untuk menentukannya. Salah satu negara yang menggunakan hisab hakiki dalam penanggalan adalah Republik Arab Mesir sebagaimana diungkapkan oleh Prof. DR. Muhammad Ahmad Sulaiman, salah seorang profesor dari Institut Riset Nasional Astronomi dan Geofisika Helwan, Mesir. Jadi, terkadang ada dua bulan berurutan yang jumlah harinya sama-sama 29. Namun semua itu tidak menjadi masalah karena kalender untuk beberapa tahun sudah bisa disusun sebelumnya menggunakan perhitungan yang akurat di zaman sekarang ini. Perhitungan yang berbeda dengan hisab taqribi yang masih belum mencapai tingkat keakuratan seperti saat ini.

Sejarah Kalender Hijriyah

Pada awalnya, masyarakat Arab kuno menggunakan sistem lunar calendar (pergerakan bulan sebagai patokan) murni. Namun, pada tahun 200 sebelum hijrah, masyarakat Arab mengubahnya menjadi sistem lunisolar calendar (penggabungan antara sistem solar dengan sistem lunar) yang menggunakan periode bulan mengelilingi bumi untuk satuan bulan, namun untuk penyesuaian musim dilakukan penambahan satu bulan atau beberapa hari (interkalasi).

Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut al-Nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun setelah Zulhijah. Kemudian, setelah turunnya Surah al-Taubah ayat 36-37, maka dirubahlah sistem kalender masyarakat Arab menjadi murni lunar calendar.

Mengenai bilangan tahun, masyarakat Arab sebelumnya tidak menggunakan bilangan tahun tertentu. Mereka menamai sebuah tahun dengan persitiwa besar yang terjadi pada tahun tersebut. Seperti Tahun Gajah.

Adalah sahabat Abu Musa al-Asy‘ari Ra. seorang sahabat yang ditunjuk menjadi Gubernur Basrah yang menyadari kelemahan hal ini. Dalam menjalankan pemerintahan di Basrah, tentu Abu Musa banyak mendapatkan surat dari pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Umar bin Khattab. Dalam surat-surat tersebut banyak terdapat perintah yang berkaitan dengan waktu. Misalnya perintah untuk mengerjakan sesuatu di bulan Syaban, “Kita tidak tahu apakah ini bulan Syaban tahun ini atau tahun kemarin” (Ali Hasan Musa, al-Tauqît wa al-Taqwîm, hal. 122).

Sehingga diadakanlah konferensi untuk membahas perlunya ditetapkan bilangan tahun. Terjadi perbedaan opini di antara para sahabat. Ada yang mengusulkan, tahun pertama hijrah adalah tahun ketika Nabi Saw. lahir, ada yang berpendapat ketika Nabi Saw. diutus. Akhirnya, setelah melalui proses perdebatan panjang, diterimalah usulan dari Ali bin Abi Thalib Ra., tahun pertama Hijriyah adalah tahun ketika Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah. Filosofinya, peristiwa hijrah Nabi Saw. yang terjadi pada bulan September 622 M adalah sebagai pembeda antara fase kejahiliyahan dengan yang haq. Akhirnya pada tanggal 20 Jumadil Awal akhir tahun 17 H, ditetapkan bahwa tahun 1 Hijriyah adalah tahun di mana Nabi Saw. hijrah ke Madinah.

Para sahabat juga bersepakat bahwa tahun Hijriyah dimulai pada bulan Muharam. Ada yang berpendapat bahwa hal tersebut dikarenakan sebelumnya adalah bulan Zulhijah atau bulan haji. Jadi, usai menunaikan ibadah haji, manusia kembali  mengerjakan urusan masing-masing di awal tahun baru dengan semangat baru. 1 Muharram 1 H sendiri bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 Masehi. Terkadang yang menjadi salah paham adalah, tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah adalah tanggal hijrah Nabi. Padahal Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awwal. 


Kristenisasi (bahasa Arabnya=>al-Tanshîr)

Kata al-Tanshîr kalau dibahasa Indonesiakan menjadi ‘kristenisasi’. Sebuah seruan untuk memasukkan orang ke dalam agama Kristen dengan berbagai sarana dan strateginya. Berbicara mengenai ajaran Kristen, maka tidak terlepas dari Nabi Isa As., yang notabene dipertuhankan oleh Kristen. Padahal dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 116-117, Nabi Isa As. sendiri telah mengingkari hal tersebut ketika ditanya oleh Allah Swt. (Kok dari al-Quran? Ntar gak obyektif dong. Justru dengan mengambil dasar dari al-Quran yang merupakan kalam Allah dan sudah terbukti orisinalitas dan otentisitasnya lebih aman daripada mengambil dari kitab lain yang sudah dimasuki penyimpangan dan penggantian). Penulis juga pernah mendengar bahwa dalam Injil sendiri tidak pernah ada perintah untuk menyembah Isa As.  Setelah masa Nabi Isa As., kaum hawari yang meneruskan dakwah tauhid kepada Bani Israel.

Paulus, seorang Yahudi yang berkontribusi besar dalam eksistensi Kristen sekarang ini. Mengaku bahwa dia mendapat mandat dari Tuhan untuk menjadi nabi setelah Isa As., dia mulai menyebarkan pengaruhnya. Ajaran kaum hawary yang semula lurus, diosak-asik sehingga menjadi rusak seperti sekarang ini. Menurut hemat penulis, keberadaan agama Yahudi sebagai agama sekaligus bangsa eksklusif jelas tidak memungkinkan untuk mengajak orang masuk ke Yahudi. Maka, dibuatlah Kristen sebagai alternatif penyesatan. WalLâhu a’lamu bi al-Shawâb.

Salah satu bid’ah yang didengungkan Paulus adalah kristenisasi internasional. Mengapa bid’ah? Oke, kalau mau dicek kembali dakwah Nabi Isa As., ia bersifat lokal dan temporer. Silahkan cek Surah al-Shaf ayat 6. Nabi Isa As. diutus kepada Bani Israel thok. Jadi, tidak pernah ada agenda dakwah internasional plus sampai kiamat. Karena hanya Nabi Muhammad Saw. yang mendapat keistimewaan ini.

Kristenisasi dilakukan dengan berbagai metode. Mulai dari yang kasar sampai yang halus dan tersembunyi. Raja Ferdinand dan Ratu Isabella memberikan pilihan kepada orang Islam di Spanyol (Andalusia) untuk masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Sehingga Spanyol yang dulunya negeri Islam, tanah air Ibnu Abdil Barr, Ibnu Hazm, dan Imam Qurthubi, berubah menjadi negeri Kristen. Penjajahan juga selalu menyertakan Kristenisasi. Orientalisme? Sulit untuk dilepaskan dari Kristenisasi. Media? Seolah tak pernah tidur. Di Indonesia, kasus aqidah ditukar mie instan sudah sering terdengar. Yang sangat mengerikan, penipuan terhadap kaum muslimah dengan kedok pernikahan atau lebih ekstrim lagi, pelecehan yang selalu berujung ‘disebarkan aibnya’ atau masuk Kristen. Na’ûdzubilLaahi min Dzâlik.

Saat ini, kristenisasi intelektual, bakti sosial, dan cara halus lainnya lebih dikedepankan daripada kekerasan. Perang Salib selama dua abad cukup mengakibatkan kerugian besar bagi mereka. Target Kristenisasi besar-besaran tidak tercapai.

Selain itu, terpecahnya Kristen menjadi 3 golongan besar (Katolik yang banyak di Barat, Ortodoks di Timur, dan Protestan) yang saling tidak mengakui juga merupakan salah satu faktor pendorong Kristenisasi. Masing-masing menyebarkan keyakinannya.

Sebagai umat muslim yang menjalankan tugas dari Sang Pencipta, tidak sepantasnya lalai walau sejenak. Karena mereka yang ingin menyesatkan tidak pernah berhenti siang dan malam. DR. Abdul Azis Awadh, dosen Universitas al-Azhar, menyatakan di depan mahasiswanya bahwa apabila ada satu orang yang keluar dari Kristen, maka para pemuka gereja mengevaluasi, kok bisa mereka pindah agama?

Tapi, tetaplah optimis, janji Allah, akan selalu ada orang-orang yang menjaga risalah ini. Pertanyaannya, apakah kita sudah termasuk dari para penjaga itu? Apa yang sudah kita lakukan? Efektif dan efisien-kah?

Yah, sedikit coretan ringan, ini materi kuliah tadi pagi (Sabtu, 3 April 2011 Ruang Imam al-Qurthubi) dengan sedikit penambahan-pengurangan dari penulis. Semoga bermanfaat.


Sedikit Bocoran dari Autobiografi Prof. DR. Yusuf al-Qaradhawi


Siapa yang tidak kenal dengan Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, seorang ulama besar dan pejuang Islam dengan gerakan-gerakan dan penanya. Kata seorang kakak kelas saya, “Apa sih yang nggak nggak ditulis sama al-Qaradhawi?”. Yusuf al-Qaradhawi sangat produktif menghasilkan karya dengan berbagai tema, mulai dari fiqih, diantaranya “Halal dan Haram dalam Islam, Fikih Prioritas, termasuk kumpulan fatwa beliau”, hadis “Fikih Zakat (saya memasukkan “Fikih Zakat” ke dalam karya beliau di bidang hadis mengingat karya ini merupakan desertasi beliau di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar yang dimasukkan dalam kategori karya hadis setuju atau tidak, dikembalikan ke pembaca, tapi bisa dilihat Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab volume III), Berinteraksi dengan Sunnah, Pengantar Studi Sunnah Nabawiyah”, tafsir dan ilmu al-Quran “Bagaimana Berinteraksi dengan al-Quran”, politik “Fikih Kenegaraan dalam Islam”, ada yang mau menyebutkan banyak yang lain?

Banyak orang yang mengagumi dan senang dengan beliau, tapi ada juga tidak sependapat, tidak suka, bahkan anti dengan Syeikh Yusuf al-Qaradhawi. Sayangnya, golongan kedua banyak yang tidak menilai al-Qaradhawi dengan “Undzur MAA qaala wa LAA tandzur MAN qaala”. Kalau boleh menduga, mungkin ketika mendengar hal ini al-Qaradhawi hanya akan tersenyum tidak akan terlalu serius menanggapi. Jangankan tulisan yang mencaci beliau. “Halal dan Haram”-nya juga mendapat kritik dari seorang ahli hadis Muhammad Nashiruddin al-Albani. Bedanya, kritik al-Albani diajukan dalam bentuk buku yang ditulis dengan bagaimana seharusnya sebuah kritikan disampaikan. Menanggapi hal ini, tidak pernah terdengar al-Qaradhawi kemudian mencak-mencak, justru beliau menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada al-Albani yang telah memberi perhatian terhadap karyanya.

Saya pernah menemukan beberapa sebuah tulisan tercetak yang terdiri dari beberapa lembar, isinya mengkritik Yusuf al-Qaradhawi, lebih tepatnya menukil beberapa perkataan beliau kemudian dibantah sesuai pendapat penulis. Sangat tidak sebanding dengan karya al-Qaradhawi yang selalu berisikan: 
  1.   Makna etimologis dan terminologis dari sesuatu yang sedang diangkat, sehingga nyambung antara sesuatu yang di-dalil-i dengan dalilnya.
  2. Dalil al-Quran dan Sunnah beserta istidlal-nya. Meminjam bahasa seorang teman, tidak pernah ditemukan beliau mengharamkan/membolehkan poligami dengan dalil “Qul huwa Allahu Ahad..”
  3. Pendapat para ulama terdahulu maupun yang sezaman dengan beliau. Catat, beliau selalu mengutip pendapat dari kitab-kitab babon para ulama. Misalnya dalam Bab Pengantar ijtihad dalam buku “Ijtihad dalam Syariah Islamiyah”, beliau banyak mengutip dari “Irsyad al-Fuhul”-nya Imam al-Syaukani dan “al-Mustashfa”-nya Imam al-Ghazali. Dua di antara banyak karya besar dalam bidang ushul fikih.
  4. Kondisi kekinian. Contohnya, dalam persoalan Zakat al-Fithri, beliau termasuk ulama yang membolehkan uang atau yang senilai sebagai pengganti makanan pokok. Dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya, bisa jadi orang sekarang lebih butuh uang daripada makanan (karena mungkin sudah lebih mudah didapat), diwajibkannya makanan pokok (contoh: gandum) justru bisa memacu permintaan pasar akan gandum yang meningkat drastis menjelang hari raya, dan lain-lain. Silahkan lihat di “Pengantar Studi Sunnah Nabawiyah”. Beliau juga bukan yang pertama kali membolehkannya. Kalau tidak salah, Hanafiyah juga kan? Dalam penentuan awal bulan pun, beliau juga ‘mendengarkan’ perkataan astronom dalam konsep fenomena alami awal bulan.
  5.  (dan seterusnya, bagaimana pendapat para pembaca buku-buku al-Qaradhawi?)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa al-Qaradhawi adalah seorang mujtahid dan penulis dengan model ‘kupas tuntas’. Tidak sekedar berkata ini halal/sunnah/bagian dari Islam dan itu haram/bid’ah/kafir ketika menghadapi sebuah persoalan. Sehingga (singkatnya), beliau berhasil mencocokkan antara persoalan-dalil-hukum.

Sepulang dari mengikuti pelajaran di Masjid al-Azhar, rasanya butuh refereshing. Maktabah (Toko buku) el-Shorouk merupakan salah satu tempat yang bisa dituju apabila ingin mendapatkan banyak koleksi buku Yusuf al-Qaradhawi selain Maktabah Wahbah. Keduanya terletak di Downtown, Cairo. Di antara buku-buku yang dipajang di “New Released” ada buku “Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab volume 4”. Yap, itu adalah buku sejarah hidup dan perjalanan Yusuf al-Qaradhawi yang beliau tulis sendiri. Beliau menulisnya karena permintaan banyak orang. Ketika menuntut ilmu, memang yang menjadi prioritas adalah buku-buku yang sesuai disiplin ilmu masing-masing. Tapi, membaca ‘kisah sukses’ orang-orang tertentu bisa jadi penting. Selain menambah semangat, mencari inspirasi, banyak juga ilmu yang bisa didapat. Apalagi buku itu ditulis oleh si pelaku sejarah.

90 pound Mesir (1 Pound = 1500 rupiah kurang sedikit) rasanya tidak akan sia-sia apalagi setelah membaca sedikit resume yang menggoda di halaman belakang. Usai melihat daftar isi, rasanya ada satu bagian yang ‘eye catching’. Judulnya “Beberapa Pertanyaan Penting dari Para Profesor di Malaysia”. Saya akan mencoba membocorkan sedikit dari buku yang baru di-launching penerbit Shorouk 2011 ini.


Yusuf al-Qaradhawi berkata: (dengan terjemahan bebas tetap mempertahankan makna dari saya sendiri)
Ketika saya mengunjungi beberapa Universiti (bahasa Malaysia-pen) di Malaysia, dalam sebuah forum beberapa Profesor di Malaysia mengajukan beberapa pertanyaan penting:

1.       Bagaimana menulis buku? Karya yang ditulis sangat melimpah padahal sangat sibuk.
Seorang profesor (saya lupa namanya) bertanya: “Kami mengenal anda sebagai seorang yang sangat sibuk. Menghadiri seminar-seminar dan selalu bergerak dalam dakwah. Anda juga seorang penulis yang sangat produktif dan berkualitas. Anda juga menulis dalam berbagai bidang. Ya..kami ini juga seorang akademisi seperti anda, jujur, baru menulis 4-5 buku saja rasanya sudah wah. Padahal anda sudah puluhan. Pertanyaannya, dari mana anda mendapatkan waktu untuk menghasilkan karya-karya tersebut?”

Saya jawab : Kita sebagai seorang muslim yang pertama harus mengembalikan semua keutamaan ini kepada Allah Pemilik Segala Keutamaan. Bagaimanapun semua itu berasal dari Allah yang memberi taufiq. Nabi Syu’aib pun berkata (lihat surat Hud : 88). Begitu juga Nabi Musa ketika akan menghadapi Fir’aun berdoa (lihat Thaha : 25-28).

Waktu yang Berkah dan Memanfaatkan Berbagai Nikmat, Potensi, dan Kemampuan
Sebab lainnya adalah ‘berkah’ dari Allah. Yang lemah bisa jadi kuat dengan berkah. Yang sedikit bisa jadi banyak dengan berkah juga. Lihatlah Umar bin Abdul Azis, hanya memerintah selama 30 bulan, tapi karena berkah ya bisa jadi seperti itu. Imam Nawawi yang umurnya 45 tahun juga karyanya banyak. Sekali lagi, itu karena berkah dari Allah.

Kalau dengan bahasa sekarang ini, ‘berkah’ adalah: Menggunakan segala nikmat, potensi, dan kemampuan untuk mempersembahkan karya terbaik dalam waktu yang sangat pendek.

Pembiasaan dan Kontinyuitas
Saya ini orangnya nggak pernah nge-libur. Musim panas-musim dingin, pagi-sore, libur Jumat, libur mingguan, libur tahunan, pokonya saya ini kerja terus. Kadang-kadang, banyak pikiran bikin saya nggak bisa tidur. Ngantuk-nya terbang begitu saja. Saya bangun saja terus ke perpustakaan saya.

Menulis di Perjalanan.
Saya menulis ketika transit di bandara. Itu kan ada waktu beberapa jam, saya pakai untuk menulis. Saya juga menulis di pesawat apalagi kalau perjalanan jauh seperti ke Eropa, Amerika, dan lain-lain.

Pernah, ketika dalam perjalanan dari Kairo ke London. Sama-sama di kabin kelas satu ada teman saya, seorang ulama, peneliti,dai, dan pendidik yang terkenal: DR. Izzuddin Ibrahim. Ketika beliau mau ke ‘lavatory’, beliau melihat saya sedang menulis (Lalu terjadi percakapan-pen)
Izzuddin (I) : Sedang nulis apa Syeikh Yusuf?
Al-Qaradhawi (Q): Saya sedang menulis ilmu...menulis buku wahai Doktor
I       : Loh, anda menulis buku tanpa referensi?
Q     : Ya, ini dari ingatan dan pemikiran, nanti setelah pulang baru saya cek lagi kalau ada yang butuh dicek...
I       : Anda begini terus setiap perjalanan?
Q     : Yap, setiap perjalanan saya begini, terutama ketika berangkat, kalau perjalanan pulang biasanya saya sudah capek
I       : 0o0o, sekarang saya sudah tahu rahasianya, anda tidak pernah menyia-nyiakan waktu dan kontinyu dalam bekerja

Akhirnya, orang-orang Malaysia juga berkata, ”Sekarang kita juga tahu rahasianya, semoga anda selalu dalam bimbingan Allah, diberkahi, dan senantiasa kontinyu”.

2.       Kenapa menulis buku? Apa motivasinya?
Pertanyaan kedua: “ Mengapa anda menulis buku? Apa yang mendorong anda untuk itu?”

Saya jawab: Ada beberapa hal yang mendorong saya menulis buku:
Pertama Ada permintaan, dan saya juga merasa tergerak & mampu untuk memenuhinya. Seperti buku “Halal dan Haram dalam Islam”. Saya diminta oleh para ulama al-Azhar via Kantor Urusan Wawasan Keislaman. Ini diperuntukkan bagi muslim minoritas di barat. Sebenarnya kalau tidak ada permintaan itu, saya juga tidak kepikiran untuk menulis tentang tema tersebut waktu itu.

Kalau buku “Syariat Islam Cocok Diterapkan di Setiap Waktu dan Tempat”, waktu itu tulisan saya diminta (sekalian saya juga diminta datang) dalam sebuah seminar tentang syariat di Libiya. Buku “Tsaqafah al-Da’iyah” juga sama, ketika ada konferensi internasional pertama untuk memberi pembekalan para dai di Madinah.

Kedua Sebagai counter attack bagi mereka yang menyerang Islam atau bahkan bagi orang Islam sendiri tapi yang sudah rusak pemahamannya. Seperti buku “Islam vis a vis Sekularisme”, buku “Serangan Sekularis terhadap Islam, dan lain-lain.

Ketiga Saya sendiri punya unek-unek yang harus disampaikan. Tentang berbagai hal dalam Islam. Misalnya, membenarkan pemahaman yang salah, menjelaskan yang masih rancu, menjawab pertanyaan yang belum ditemukan jawabannya secara benar. Saya tulis dengan bahasa dan semangat kekinian. Intinya, yang tidak bisa kalau tidak saya sampaikan, ada sesuatu yang tersimpan di hati, bahkan membuat kantuk saya hilang kalau belum menulisnya. Seperti buku “Iman dan Kehidupan”, “Persoalan Kemiskinan”, dan lain-lain.

Oh ya, saya juga tidak suka mengulang karya orang lain atau karya saya sendiri kecuali kalau ada hal yang mendorong. Seperti permintaan untuk menjelaskan kembali ‘kitab-kitab yang besar’ kemudian ditampilkan kembali dalam bentuk yang lebih sederhana, atau semacamnya.

3.       Apa Rahasia dari Wawasan yang Luas dan Ensiklopedis?
Pertanyaan ketiga: “Anda seorang ulama lulusan al-Azhar, wawasan anda kan terbatas hanya hal-hal yang berbau syariah dan bahasa (Arab-pen). Tapi, ketika membaca buku dan mendengarkan ceramah anda, wah pokoknya sangat ensiklopedis lah. Jarang-jarang ada orang seperti ini. Di buku-buku anda juga bisa ditemukan pembahasan agama, bahasa, sastra, sejarah, ekonomi, filsafat, psikologi, sosiologi, pendidikan, dan lain-lain. Dari mana kok bisa mendapatkan semua itu?”.

Saya jawab: Sebagian memang saya dapat ketika mengikuti pendidikan formal di al-Azhar. Dulu saya ini seorang pelajar yang rajin dan unggul. Saya dapat ilmunya al-Azhar dan benar-benar saya kuasai. Khususnya dalam ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, dan balaghah. Saya dulu juga banyak membaca buku-buku sastra baik klasik maupun modern di luar sekolah.

Ketika saya masuk di Fakultas Ushuluddin (masa pendidikan s1 di al-Azhar adalah 4 tahun-pen), saya diberi wawasan yang beragam. Saya belajar sejarah Islam 4 tahun, filsafat dengan setiap periodenya juga 4 tahun sampai ke ilmu logika (mantiq), tasawuf, dan imu kalam, Sebagaimana saya juga belajar ilmu tafsir, hadis, dan ushul fikih. Saya juga belajar psikologi.

Setelah masuk s2 (teori atau tamhidi selama 2 tahun-pen), saya melengkapi wawasan di kuliah dengan wawasan yang lain. Saya belajar psikologi dan imu pendidikan dengan berbagai cabang ilmunya.

Saya juga baca-baca sosiologi dan ekonomi. Kalau ilmu ekonomi, saya banyak menguasainya ketika menulis “Fikih Zakat”.

Saya banyak belajar fikih dan ushul fikih, fikih perbandingan, pemahaman hadis, ketika masih di fakultas ushuluddin, setelah keluar sudah tidak sebanyak itu belajarnya.

Dengan hal-hal di atas saya banyak mendapatkan ilmu-ilmu itu, tentunya ini adalah kelebihan dan bimbingan dari Allah. Meskipun saya masih kurang dalam satu hal, dan ini yang saya merasa butuh untuk menguasai...bahasa asing.

4.       Buku yang Masih Ingin Diterbitkan
Pertanyaan keempat: “Apa masih ada buku yang ingin diterbitkan tapi belum kesampaian sampai sekarang?

Saya jawab: Ya, ada buku-buku yang ingin saya terbitkan tapi masih belum bisa sampai sekarang, semoga Allah membantu saya untuk merealisasikannya. Saya masih ingin menyempurnakan tulisan tentang Taisir Fiqh sesuai metode saya dalam hal penyampaian dan berdalil. Juga “Jalan Menuju Allah”, dan lain-lain.

Saya juga ingin menulis buku tentang sirah nabawiyah, ushul fikih, ushul hadis, tafsir al-Quran yang ringkas. Apabila Allah memberi umur, kesehatan, berkah, dan bimbingan, intinya saya masih mengharapkan itu semua. Atau mengharap sebagian, tinggal sebagian yang lain sisanya. Namanya juga manusia, tidak mungkin bisa melengkapi semua yang dia inginkan dalam hidup. Melihat kondisi semacam ini, saya ingin beberapa murid saya yang menulisnya sesuai dengan metode saya, dan semoga lebih baik dari saya. Untuk yang semacam itu, Allah Maha Perkasa. Setiap apa yang saya inginkan, semoga saya didoakan untuk mendapat ampunan, rahmat, dan diterima di sisi Allah....


Ya Allah, panjangkanlah dan berkahi umur beliau

أهلا و سهلا

Assalamualaikum Wr Wb
Apa kabar kawan? Semoga kita baik-baik saja selalu. Yap, sekarang saya nge-blog. Semoga bisa menumpahkan banyak tinta yang akan ditimbang dengan darah para martir di akhir nanti. Ok, sudah banyak tulisan yang bisa di-post....Ok tak kenal maka tak...wangun, mari kenalan dulu...
Ok It's me...
Welah...ini...
Ternyata bukan..oh yang ini...

Ckckckc....oke bercanda...
Yap, inilah saya
Nama saya Musa Al Azhar (nama yang mengandung doa jangka panjang dan jangka pendek, dan alhamdulillah untuk jangka pendek sudah setengah terbukti). Saya salah satu dari sekian banyak rakyat Sri Sultan HB X di Kerajaan Jogja. Sekarang sedang mengasingkan diri di negeri para Nabi, alias Mesir, guna menimba ilmu di tempat yang sudah saya idamkan (seingat saya) sejak malam dimana besoknya masuk SD pertama, Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir. Tepatnya di fakultas Ushuluddin (Dasar-dasar agama Islam), Jurusan Hadis dan Ilmu Hadis.

Alhamdulillah masa pendidikan s1 sudah berhasil dilalui dengan cap 'OK' dari al-Azhar. Yap, meskipun belum sempurna. Mohon doa dari kawan-kawan, semoga benar-benar bisa selesai dari al-Azhar dan dapat ilmu yang bermanfaat untuk di tanah air nanti. Okay sekian dulu perkenalannya.