أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Tuesday, December 8, 2015

Berharap Sekaligus Getir

Seorang kawan bertanya kepada saya mana cetakan terbaik untuk sebuah kitab klasik karya seorang ulama. Teman yang satu ini sedang semangat berburu kitab. Saya senang lagi bersyukur hidup di sekitar orang-orang semangat seperti dia, saya berharap bisa ketularan gairahnya. Saya hanya bisa mendoakan semoga gairahnya tidak hilang untuk menggelontorkan ratusan pound demi mengumpulkan buah pena para ulama. Tak apa sekarang jor-joran membeli kitab tanpa perlu khawatir kalau misalnya suatu saat hendak kawin dibayar pakai apa. Allah Maha Kaya.

Saya pun menunjukkan jilid pertama dari terbitan pemerintah Mesir, Maktabah Usrah. Dia kaget dengan harganya yang cuma 5 Le. Terbahak saya merespon kagetnya. Tapi saya pun segera ngeh dia termasuk yang datang ke Mesir di tahun-tahun sekarang. Negeri ini juga makhluk, normal kalau ada perubahan. Untuk kali ini, perubahan yang ingin saya curhatkan adalah soal penurunan kesaktian dari beberapa lembaga pencetak kitab klasik murah seperti Maktabah Usrah di atas. Dulu, Maktabah Usrah dan sejenisnya termasuk toko buku yang paling ditunggu kabarnya oleh teman-teman al-Azhar. Betapa tidak? Kitab-kitab penting seperti Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun, al-I`tishâm dan al-Muwâfaqât-nya Imam al-Syathibi, Kumpulan Tulisan Muhammad Abduh, sampai al-Hayawân-nya al-Jâhizh dicetak dengan harga murah bahkan tidak masuk akal. Per jilidnya tidak lebih dari 8 Le.

Agak lucu sebenarnya memegang buku terbitan Maktabah Usrah. Di sampul depan tertera judul buku, di sampul belakang ada foto (mantan) ibu negara Mesir yang menjadi penggerak ‘Festival Membaca untuk Semua’ sebagai syiar dari pencetakan kitab-kitab murah tersebut.

Sekarang beda, lembaga-lembaga di atas tidak lagi heboh dengan penerbitan kitab klasik versi murah. Asumsinya, subsidi yang awalnya disalurkan untuk mencetak kitab klasik habis atau dialihkan untuk menopang negara yang sedang penyembuhan. Sehingga lebih banyak buku-buku tulisan cendekiawan kontemporer itupun tidak murah. Tidak jelek kontemporer, toh kita juga orang zaman ini. Tapi, bukankah mereka bisa jadi cendekiawan kontemporer salah satunya karena membaca kitab klasik? Sekarang buku-buku rata-rata mahal. Menyesuaikan dengan cost hidup di timur tengah yang merangkak naik menyesuaikan dengan keramaian yang terjadi.

Saya hanya bisa berharap untuk esok yang lebih murah. Menurut media, banyak saudara muslim di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia yang sekarang bangkit melawan membuktikan diri bahwa mereka juga layak menjadi pemimpin dan memberi solusi kehidupan. Menurut hemat saya, ketika mengatasnamakan Islam sudah seharusnya juga memperhatikan serius pencetakan kitab-kitab klasik ulama supaya mudah diakses masyarakat wa bi’l khusus para pelajar agama yang nantinya akan jadi inspirator masyarakat. Dalam hadis masyhur, di akhirat tinta ulama lebih berat daripada darah syuhada. Padahal pangkat syuhada sudah sedemikian agungnya. Perlengkapan yang mereka butuhkan di medan laga juga dituntut untuk selalu diperbaharui. Berarti ada sesuatu yang tak kalah agung dalam kitab-kitab klasik itu.

Karena orang muslim berjuang bukan sekedar untuk membangun jembatan, terowongan dan gedung-gedung baru. Sebenarnya ia berjuang untuk sesuatu yang lebih besar, ialah membangun peradaban yang inspirasinya adalah al-Quran dan Sunnah. Sementara kitab-kitab klasik itu selain membantu orang muslim meraih pemahaman al-Quran dan Sunnah yang sahih, ia juga merekam perjuangan umat selama berabad-abad dalam memberikan jawaban atas persoalan yang bermunculan, berdasarkan kacamata Islam.

Ekstrimnya, katakanlah nanti kita sudah menang perang melawan Amerika, sekutunya, dan yang sepertinya bukan tapi aslinya juga sekutunya. Sehari kita bersuka cita, esok hari gantian kita yang saling tusuk sesama muslim memperdebatkan siapa yang selanjutnya jadi pemimpin dan pendapat siapa yang dipakai. Itu ditakutkan terjadi ketika orang Islam sudah tidak lagi punya bukti tertulis bahwa Imam Ahmad bin Hanbal selalu mendoakan Imam al-Syafi`i usai salat dan menyebut beliau layaknya mentari bagi bumi. Yap, Imam al-Syafi`i yang juga mengakui kepakaran Imam Ahmad dalam hadis.

Kalaupun ada kitab-kitab itupun langka, cetakan Brill[1] pula...

Umat Islam tidak boleh tidak unggul dari Brill Publisher

#save_our_kitab





[1] Penerbit yang dikelola orang kafir (https://en.wikipedia.org/wiki/Brill_Publishers)