Buat (adek-adek-pen) yang masih
pemula (tahap belajar matan ilmu syar`i) memang sebaiknya fokus saja di matan, bahkan tidak
usah melirik ke hasyiyah kecuali kalau memang butuh. Terutama ketika membaca sebuah
buku untuk kali pertama. Lirak-lirik matan-hasyiyah ini malah menjadikan yang
bingung tambah bingung, maunya nyambung antara matan-hasyiyah malah jadi tidak
nyambung. Nanti saja ketika memang benar-benar butuh penjelasan dari hasyiyah
atau setelah mengkhatamkan dan paham buku yang dibaca.
Membaca buku untuk kedua bahkan
ketiga kalinya itu sangat bermanfaat sebagaimana nasehat para ulama. Mereka
mengulang-ulang khatam baca buku sebelum pindah ke buku lain. Al-Sayyid
al-Syarif al-Jurjani misalnya, beliau membaca Syarhu’l Mathâli` fiî
`Ilmi’l Mantiq lebih dari 14 kali sebelum ngaji dengan penulisnya langsung
al-`Allamah al-Quthb al-Razi. Cerita-cerita lain tentang baca bukunya para
fuqaha lebih banyak dan lebih heboh lagi. Sebagian fuqaha malah sampai mendapat
gelar al-Minhaji karena sedemikian fokus dan intesnya dengan al-Minhaj (Minhâh
al-Thâlibîn-pen), kitab fikih mazhab al-Syafi`i karya al-Imam al-Nawawi.
Ada juga yang membaca al-Risâlah-nya al-Imam al-Syafi`il lebih dari 30
kali, hebatnya setiap bacaan selalu memunculkan inspirasi yang belum muncul
pada bacaan sebelumnya.
So, mengulang-ulang bacaan itu
sangat dibutuhkan mereka yang masih berada di tahap ini. Banyak orang yang diparingi
taufiq oleh Allah Swt. kemudian jadi punya gairah untuk belajar tapi belum tahu
metode belajar. Sehingga sekedar pindah-pindah buku padahal belum benar-benar
mencapai target pemahaman buku itu dan belum juga paham persoalan-persoalannya.
Hasilnya adalah pemahaman buku yang tidak komplit dan tidak mantap. Belum lagi
bicara soal efektifitas waktu dan usaha, konsentrasi malah buyar kemana-mana.
al-Mutakallim Saed Fodeh |
Makanya para ulama selalu
menganjurkan untuk fokus dan intens dengan satu kitab terlebih dahulu ketika
masih tahap pemula. Kemudian setelah mantap baru pindah ke kitab lainnya.
Pindah ke kitab lain (sekali lagi setelah mantap-pen) dalam sebuah disiplin
ilmu bahkan menjadi tuntutan kalau ingin benar-benar mantap keilmuannya.
Akhir kalam, taufiq hanya datang
dari Allah Ta`ala...
-----------------------------------------------------
Said Abdul Lathif Faudah, kelahirn
Yordania 1967 M, adalah seorang pakar ilmu tauhid. Keluarganya meninggalkan
tanah leluhurnya, Palestina, karena penjajahan Israel. Sejak kecil sudah
dididik untuk fokus belajar ilmu-ilmu agama dengan ngaji langsung kepada para
ulama. Beliau yang bergelar doktor ilmu aqidah ini juga seorang sarjana teknik
elektero, bahkan pernah bekerja di sebuah perusaan di Amman, Yordania. Beliau
juga seorang ulama produktif menulis buku tentang aqidah yang dengannya ikut
berkontribusi mengokohkan aqidah umat dan membentenginya dari berbagai aliran
kepercayaan dan pemikiran yang lalu lalang di dunia, dari peradaban timur
maupun barat.
Mengunjungi kami di Madhyafah Syekh Ali Jum`ah, 22 September 2014 |
“Mari kita evaluasi bangunan
keilmuan aqidah dalam diri kita. Seorang muslim WAJIB mempelajari ilmu aqidah,
tidak boleh mencukupkan, “Kata ustadz saya begini”) Bahkan ketika ada orang
umum yang menjumpai persoalan dalam masalah keyakinan, ia wajib untuk
membereskannya dengan cara BELAJAR sampai keyakinannya benar-benar terbangun
atas dasar ilmu. Kata Ibnu Asyur, “Sekarang sudah bukan zamannya berilmu yang
global-global saja, sekarang berilmu harus rinci”. Itu di zaman beliau, apalagi
zaman sekarang”.