Seorang kawan bertanya kepada saya
mana cetakan terbaik untuk sebuah kitab klasik karya seorang ulama. Teman yang
satu ini sedang semangat berburu kitab. Saya senang lagi bersyukur hidup di
sekitar orang-orang semangat seperti dia, saya berharap bisa ketularan
gairahnya. Saya hanya bisa mendoakan semoga gairahnya tidak hilang untuk
menggelontorkan ratusan pound demi mengumpulkan buah pena para ulama. Tak apa
sekarang jor-joran membeli kitab tanpa perlu khawatir kalau misalnya suatu saat
hendak kawin dibayar pakai apa. Allah Maha Kaya.
Saya pun menunjukkan jilid pertama
dari terbitan pemerintah Mesir, Maktabah Usrah. Dia kaget dengan harganya yang cuma
5 Le. Terbahak saya merespon kagetnya. Tapi saya pun segera ngeh dia
termasuk yang datang ke Mesir di tahun-tahun sekarang. Negeri ini juga makhluk,
normal kalau ada perubahan. Untuk kali ini, perubahan yang ingin saya curhatkan
adalah soal penurunan kesaktian dari beberapa lembaga pencetak kitab klasik murah
seperti Maktabah Usrah di atas. Dulu, Maktabah Usrah dan sejenisnya termasuk toko
buku yang paling ditunggu kabarnya oleh teman-teman al-Azhar. Betapa tidak?
Kitab-kitab penting seperti Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun, al-I`tishâm
dan al-Muwâfaqât-nya Imam al-Syathibi, Kumpulan Tulisan Muhammad Abduh,
sampai al-Hayawân-nya al-Jâhizh dicetak dengan harga murah
bahkan tidak masuk akal. Per jilidnya tidak lebih dari 8 Le.
Agak lucu sebenarnya memegang buku
terbitan Maktabah Usrah. Di sampul depan tertera judul buku, di sampul belakang
ada foto (mantan) ibu negara Mesir yang menjadi penggerak ‘Festival Membaca
untuk Semua’ sebagai syiar dari pencetakan kitab-kitab murah tersebut.
Sekarang beda, lembaga-lembaga di
atas tidak lagi heboh dengan penerbitan kitab klasik versi murah. Asumsinya,
subsidi yang awalnya disalurkan untuk mencetak kitab klasik habis atau dialihkan
untuk menopang negara yang sedang penyembuhan. Sehingga lebih banyak buku-buku
tulisan cendekiawan kontemporer itupun tidak murah. Tidak jelek kontemporer, toh
kita juga orang zaman ini. Tapi, bukankah mereka bisa jadi cendekiawan kontemporer
salah satunya karena membaca kitab klasik? Sekarang buku-buku rata-rata mahal.
Menyesuaikan dengan cost hidup di timur tengah yang merangkak naik menyesuaikan
dengan keramaian yang terjadi.
Saya hanya bisa berharap untuk
esok yang lebih murah. Menurut media, banyak saudara muslim di berbagai belahan
dunia termasuk Indonesia yang sekarang bangkit melawan membuktikan diri bahwa
mereka juga layak menjadi pemimpin dan memberi solusi kehidupan. Menurut hemat
saya, ketika mengatasnamakan Islam sudah seharusnya juga memperhatikan serius pencetakan
kitab-kitab klasik ulama supaya mudah diakses masyarakat wa bi’l khusus
para pelajar agama yang nantinya akan jadi inspirator masyarakat. Dalam hadis
masyhur, di akhirat tinta ulama lebih berat daripada darah syuhada. Padahal pangkat
syuhada sudah sedemikian agungnya. Perlengkapan yang mereka butuhkan di medan
laga juga dituntut untuk selalu diperbaharui. Berarti ada sesuatu yang tak
kalah agung dalam kitab-kitab klasik itu.
Karena orang muslim berjuang bukan
sekedar untuk membangun jembatan, terowongan dan gedung-gedung baru. Sebenarnya
ia berjuang untuk sesuatu yang lebih besar, ialah membangun peradaban yang
inspirasinya adalah al-Quran dan Sunnah. Sementara kitab-kitab klasik itu selain
membantu orang muslim meraih pemahaman al-Quran dan Sunnah yang sahih, ia juga
merekam perjuangan umat selama berabad-abad dalam memberikan jawaban atas
persoalan yang bermunculan, berdasarkan kacamata Islam.
Ekstrimnya, katakanlah nanti kita
sudah menang perang melawan Amerika, sekutunya, dan yang sepertinya bukan tapi
aslinya juga sekutunya. Sehari kita bersuka cita, esok hari gantian kita yang
saling tusuk sesama muslim memperdebatkan siapa yang selanjutnya jadi pemimpin
dan pendapat siapa yang dipakai. Itu ditakutkan terjadi ketika orang Islam
sudah tidak lagi punya bukti tertulis bahwa Imam Ahmad bin Hanbal selalu
mendoakan Imam al-Syafi`i usai salat dan menyebut beliau layaknya mentari bagi
bumi. Yap, Imam al-Syafi`i yang juga mengakui kepakaran Imam Ahmad dalam hadis.
Kalaupun ada kitab-kitab itupun
langka, cetakan Brill[1] pula...
Umat Islam tidak boleh tidak unggul dari Brill Publisher |
#save_our_kitab