Betapa
berharganya ilmu dalam kehidupan manusia. Lebih khusus seorang mukmin. Entah
bagaimana menyembah Allah, memakmurkan bumi, dan menyucikan diri tanpa arahan
ilmu? Bukan sembarang ilmu. Hanya ilmu yang
merupakan buah dari pengamalan rukun ilmu yang lima: guru, murid, buku, metode,
dan lingkungan ilmiah.
Al-Azhar
selalu menjaga agar kelima rukun ilmu ini terpenuhi sehingga dapat menghasilkan
manusia yang dapat membimbing manusia-manusia lain di muka bumi dalam
melaksanakan tugasnya.
Talaqqi. Meskipun sejak lama tersistem menjadi
sebuah universitas, talaqqi tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam
pendidikan al-Azhar. Ada jargon "al-Azhar jâmi`an
wa jâmi`atan" artinya "al-Azhar itu ya masjid (talaqqi)-nya, ya
juga universitasnya".
Di
bawah ini tulisan Syaikh Ali Jum`ah, mufti Mesir yang lalu sekaligus anggota
dewan ulama senior al-Azhar, yang ikut pontang-panting menghidupkan talaqqi di
al-Azhar, dalam menghidupkan manhaj al-Azhar. Tulisan tentang perjuangan para
ulama al-Azhar dalam mewujudkan pola pendidikan agama yang ideal.
Memang,
mereka yang membaca buku dan mengajar bisa jadi tak sekeren mereka yang tampil
di atas panggung orasi atau di depan pasukan. Tapi itu di mata manusia. Di mata
Allah? Sama! Silahkan telaah tafsir Surah al-Taubah ayat 120 dan 122. Sebagai
kata kunci, Prof. Dr. Abdul Fattah Abdul Ghani selama masa perkuliahan
tamhidi I yang lalu menjelaskan bahwa awal kedua ayat ini sama-sama menggunakan lâm
juhûd. Ada
pula riwayat yang menjelaskan bahwa di hari kiamat nanti, tinta ulama akan
ditimbang dengan darah syuhada dan yang lebih berat ternyata tinta ulama.
(Hadis terakhir yang dicantumkan oleh al-Ajluni dalam Kasyfu'l
Khafâ' wa Muzîlu'l Ilbas. Diriwayatkan oleh al-Syirazi dari Anas, Ibnu
Abdi'l Barr dari Abu Darda' dan lain-lain. Menurut al-Munawi, sanad-sanadnya
memang daif, namun saling menguatkan satu sama lain.)
Dengan
beberapa penyesuaian dari penukil agar lebih manis dibaca. (Sejujurnya juga
disesuaikan dengan kapasitas terjemah penukil) :P
Selamat
menyelami!
------------------------------------------------------------------------------------
Selama
berabad-abad, al-Azhar adalah menara ilmu yang diwariskan dari generasi ke
genarasi selanjutnya. Ahmad Syauqi, si Raja Syair asal Mesir, sampai bersyair
khusus tentang al-Azhar. Isinya memberikan penghargaan setinggi-tingginya
kepada al-Azhar dan memotivasi para Azhari (orang-orang al-Azhar) untuk tetap
menyebarkan ilmu yang didapat dari al-Azhar di berbagai belahan dunia. Talaqqi
pun tidak ketinggalan disebut dalam bait syairnya. Syauqi mengatakan bahwa
talaqqi-talaqqi tersebut seakan menghadirkan Imam al-Syafi`i, Imam Malik, Imam
Abu Hanifah dan Imam Ahmad kembali ke zaman ini ditengah-tengah kita.
1.
Tidak dapat dipungkiri bahwa al-Azhar selalu berkembang. Namun hal ini ternyata
tidak dapat membendung pemikiran "merindukan kejayaan masa lalu" yang
selalau menjangkiti para Azhari. Gejalanya, para Azhari akan selalu punya mimpi
agar al-Azhar seindah dulu. Kembali
kepada manhajnya yang terbukti berkualitas mencetak ulama berkualitas.
Hal-hal semacam ini tidak baru muncul belakangan. Grand
Syekh Hasan al-Athar punya perhatian
khusus terhadap barat (dlam hal ini kolonialisme Perancis). Dialog antara
peradaban timur dan barat tidak dapat dihindari (karena semua berada di satu
bumi yang sama-pen).
Oleh
karenanya, beliau menjadikan hal ini sebagai salah satu proyek peradaban
al-Azhar, "Dialog antara tradisi keilmuan Islam (turats) dan realita zaman
sekarang". Beliau juga mengirimkan muridnya, Rifa`at
al-Thahthawi, ke Paris bersama dengan delegasi kiriman Muhammad Ali Pasha,
pemimpin Mesir waktu itu. Al-Thahthawi mengemban misi khusus untuk merekam
semua yang dilihat di Paris dengan tulisan. Mulai dari kuliner, fashion,
budaya, sampai pemikiran. Kumpulan tulisan beliau diterbitkan dengan judul al-Ibrîz
fî Mahâsini Bârîs.
2.
Medio 60-an, lagi-lagi para Azhari terjangkit pemikiran "merindukan
kejayaan masa lalu". Efeknya, lahirlah fakultas
Islamic and Arabic Studies di Masjid al-Azhar. Mereka tetap mengkaji
literatur klasik dengan metode talaqqi sampai selesainya pembangunan komplek
tiga fakultas agama pada tahun 1936. Baru pada tahun 1980, fakultas Islamic and
Arabic Studies ikut pindah ke kampus baru (di daerah Nasr City-pen) yang
berdekatan dengan fakultas perdagangan. Akibatnya, Masjid al-Azhar kosong
karena tidak ada talaqqi yang berjalan.
Grand
Syekh Jadd al-Haq Ali Jadd al-Haq berpikir untuk menghidupkan kembali talaqqi
di Masjid al-Azhar, idenya pun
terealisasikan. Ditunjuklah Dr. Muhyiddin Shafi, dekan fakultas ushuluddin
waktu itu sebagai direktur program talaqqi di Masjid al-Azhar. Terpilihlah
beberapa ulama untuk menghidupkan kajian-kajian di sana. Talaqqi dimulai
sebelum asar dan dibuka untuk umum. Kemudian terjadi renovasi Masjid al-Azhar
yang tentunya mempengaruhi kelangsungan talaqqi. Renovasi baru selesai pada
tahun 1997.
3.
Saya (Dr. Ali Jum`ah-pen) meminta izin kepada Menteri Wakaf (seperti
Menag di Indonesia-pen), Dr. Hamdi Zaqzuq untuk menghidupkan kembali iklim
keilmuan ala al-Azhar seperti sebelumnya. Keluarlah izin berkhutbah di
Masjid/Madrasah Sultan Hasan (yang gedhe/tingginya Mâ Syâ'a
4Wl) sekaligus izin mengajar di Masjid al-Azhar. Saya meminta agar
pelajaran diadakan di Ruwaq al-Atrak (basecamp mahasiswa Turki di masa
perkuliahan al-Azhar diadakan di masjid). Tidak tanggung-tanggung, talaqqi
diadakan rutin enam hari seminggu dimulai sejak terbit matahari! Materinya pun
bermacam-macam, ada hadis, kaidah fikih, usul fikih, tauhid, mantiq (ilmu
logika), ilmu hadis, dan tafsir.
Untuk
kajian hadis, saya membacakan Shahih al-Bukhari, kemudian dilanjutkan Shahih
Muslim, kemudian Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Muwaththa' Malik, sampai
kepada setengah Sunan al-Nasa'i. Sedangkan materi kaidah fikih saya mengajarkan
al-Asybah wa al-Nazha'ir karya Imam al-Suyuthi. Materi usul fikih ada Jam`u'l
Jawami`, Tasynifu'l Masamih, Minhaju'l Ushul karya al-Baidhawi, dan al-Tamhid
karya al-Isnawi selama beberapa kali. Saya juga mengajarkan kitab al-Sullam
untuk materi mantiq. Sedangkan ilmu tauhid, ada al-Kharidah al-Bahiyyah dan
Jauharat al-Tauhid sekaligus syarah keduanya. Saya juga mengajarkan tafsirnya
al-Zamakhsyari. Untuk materi fikih, ada matan Abu Syuja`dan matan zubad Ibnu
Ruslan. Kitab al-Hikam-nya Ibnu Atha'illah sebagai bagian ihsan pelengkap
bangunan, diiringi Manazil al-Sa'irin karya al-Harawi dan ringkasan Ihya
Ulumiddin part ibadah.
Semua
ini berlangsung dari tahun 1998 sampai 2004!
4.
Pada fase ini, banyak juga ulama al-Azhar yang ikut bergabung seperti Syekh
Iwadhullah Hijazi, rektor al-Azhar di masa itu yang mengajar tauhid sebanyak
dua kali. Jug Syekh Musthofa Imran yang mengajar mantiq selama beberapa kali
dengan berbagai kitab. Syekh Muhammad Ahmad Sahlul ikut mengajar nahwu. Syekh
Muhammad Thail, anggota Komite Bahasa Arab Mesir, mengajarkan beberapa hal dari masterpiece Ibnu
Jinni, al-Khasha'ish. Ada juga Syekh Mukhtar al-Mahdi, ketua Jam`iyyah
Syar`iyyah dan profesor nahwu di Universitas al-Azhar. Tidak ketinggalan Syekh
Barakat Abdul Fatah Dwidar yang mengajar tauhid.
Pesertanya
membludak! Lebih dari 200 mahasiswa/i dengan berbagai kebangsaan dan
bidang studi masing-masing. Bahkan orang-orang non al-Azhar pun ikut bergabung
(Penukil pernah bertemu calon dokter yang aktif talaqqi hadis, fikih, dan
sebagainya. Ada juga Syekh Yusri, dokter bedah yang akhirnya menjadi pengisi
talaqqi-pen). Program talaqqi itu sendiri terbuka bagi siapa saja yang ingin
bergabung menuntut ilmu. Dalam program
talaqqi, ada pembacaan kitab, ada pula sesi dialog yang didalamnya sering
mendiskusikan antara materi dengan realita kekinian. Inilah keistimewaan manhaj
Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah dalam memahami teks, realita, dan kaitan antara
keduanya.
5.
"Wah, bagus juga ini kalau bisa diadakan di tempat lain selain
al-Azhar!" Insiatif dari Dr. Hasan al-Syafi`i, ulama al-Azhar yang juga
menjabat sebagai wakil Daru'l Ulum Universitas Kairo dan rektor IIU-Pakistan di
Islamabad. Hal ini diusulkan kepada rektor al-Azhar kala itu, Dr. Ahmad
el-Tayyeb dan Menteri Wakaf Hamdi Zaqzuq. Keduanya menjawab, "Setuju!" Kementrian
wakaf bahkan ikut menjadi sponsor program talaqqi dengan kucuran dananya.
Meeskipun sudah menjadi rahasia umum bahwa para ulama yang mengajar murni
karena dedikasi yang tinggi terhadap ilmu dan kesadaran akan wajibnya "Ballighû
annî wa lau âyah."
Posisi
sebagai rektor tidak menghalangi Dr. Ahmad el-Tayyeb untuk terjun langsung ke
medan laga. Hal ini sangat menggembirakan mengingat kapasitas beliau yang tidak
perlu dipertanyakan lagi dalam ilmu tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu logika
dan riwayat.
Sang
wakil rektor tidak mau ketinggalan, Dr. Muhammad Abdul Fadhil juga ikut
mengajar. Dr. Hasan al-Syafi`i yang disebutkan di atas juga ikut mengajar,
bahkan memahami setiap persoalan yang ada. Beliau juga kaya akan wawasan
berbagai kebudayaan. Sedangkan hamba yang fakir ini (Dr. Ali Jum`ah-pen)
mengajar usul fikih dengan kitab Lubb al-Ushul di Ruwaq al-Abbasi. Selain yang
disebutkan di atas, banyak juga ulama lain yang ikut berkontribusi menghidupkan
talaqqi.
6.
Selain materi-materi di atas, ada juga materi qira'at, tajwid, nahwu, fikih,
hukum waris, dan hadis. Diampu oleh
para lulusan al-Azhar yang dulunya konsisten talaqqi sejak awal dibuka kembali. Jadilah
mereka memiliki kapasitas untuk mengajarkan kembali apa yang dulu mereka
pelajari dari para ulama besar.
7.
Program ini tidak luput dari pengamatan ulama lain dari berbagai belahan dunia
yang mengunjunginya. Banyak juga ulama dari berbagai madzhab sunni, bahkan
syiah dan ibadhiyyah yang angkat surban (aslinya angkat topi, idiom untuk
respek/salut-pen :P ) kepada program talaqqi di atas. Menurut mereka al-Azhar
sudah kembali kepada metode yan bsia memberikan kemerdekaan bagi ilmu. Sehingga
para pelajar asing dari negara-negara Arab maupun negara-negara Islam di Asia
dan Afrika, termasuk pelajar dari Amerika dan London (Eropa-pen) bisa memahami manhaj
yang moderat (al-Wasathiyyah), harta
karun keilmuan Islam (turats),
termasuk memahami gerakan anti kemapanan (teroris) dan sumbangsih negatifnya
terhadap umat Islam. Akhirnya mereka pun dapat memahami jalan yanglurus dan
terang. Sungguh benar sabda Rasulullah Saw. tentang sekelompok umat yang tetap
berpegang teguh terhadap kebenaran sampai akhir masa nanti.
-Prof.
Dr. Ali Jum`ah-
-----------------------------------------------------------------------------------
Mungkin
sebagian pembaca akan menganggap bahwa tulisan ini hanyalah data pelaksanaan
talaqqi di al-Azhar. Mari kita berpikir, banyak tanggung jawab yang diemban
oleh para ulama besar mulai dari urusan akademis sampai keumatan. Tapi, mengapa
mereka begitu bersemangat menghidupkan talaqqi yang hanya sekedar 'ngaji
kitab'? Nampaknya mereka melihat sesuatu yang berharga dari talaqqi. Ada sebuah
sumbangan peradaban nantinya, karena Islam adalah agama ilmu yang membutuhkan
kelima rukunnya seperti yang tersebut diatas. Siapa yang ingin memakmurkan
dunia, ilmulah bekalnya. Siapa yang ingin memakmurkan akhiratnya, ilmulah
bekalnya. Begitu juga kaum muslimin yang tentu menginginkan keduanya.
No comments:
Post a Comment