Saya patut bersyukur. Di rumah Jogja, ada rak-rak buku raksasa yang
menghiasi dinding rumah dan tidak ada yang kosong dari buku-buku ayah saya (masih
di urutan pertama terbanyak), juga buku-buku milik ibu dan ‘anak-anak’ (saya
dan kedua adik saya). Waktu kecil dulu (alhamdulillah sekarang saya sudah
besar) saya sering melihat-lihat buku-buku ayah. Di antara buku-buku tersebut,
ada yang isinya masih terekam baik di memori. Ini saya kisahkan, kisahkan
dengan makna seperti riwâyah bi’l ma`na. Ada sedikit penyesuaian bahasa
karena tuntutan zaman.
Kasykul. Judul dari sebuah buku kecil bersampul merah, isinya cerita-cerita
unik. Salah satu kisahnya tentang ‘Konspirasi Yahudi’. Alkisah, ada seorang
Yahudi yang kebetulan namanya sama dengan saya, Musa. Ia hidup di tengah kaum
muslimin. Tentunya, ia selalu dapat mengamati kegiatan kaum muslimin
sehari-hari termasuk solat berjamaah.
Mendengar suara adzan, bukannya hatinya tercerahkan. Tumbuh niat untuk
menjalankan salah satu protokol zion (entah nomer berapa), membuat makar
terhadap harta milik kaum muslimin. Kali ini salah satu pasal protokolnya
berbunyi, “Nyolong sendal (mencuri sandal-Jw) milik kaum muslimin”. Dia
memutuskan untuk menyerang ketika kaum muslimin sedang solat, karena ia tahu
umat Islam bakal konsentrasi ibadah dan sandal-sandal ada di luar masjid. Tak
lama kemudian, ia mendengar sang imam mengumandangkan takbir dan membaca bacaan
tertentu. Musa pun mulai beraksi.
Ketika di tangan kanannya sudah tergenggam beberapa pasang sandal milik
kaum muslimin, ia mendengar sang imam melantunkan. “Wa mâ tilka bi yamînika
yâ Mûsâ...” (Apa yang ada di tangan kananmu Wahai Musa?). Kontan ia kaget
bukan kepalang sekaligus merinding buah dari ke-GeeR-annya. Bagaimana mungkin
sang imam tahu apa yang ia perbuat padahal ia berada di barisan terdepan dan menghadap
ke arah yang berlawanan?
“Wah hebat juga umat Islam ini, ternyata setingkat itu kemampuannya!”,
pikirnya. Selang beberapa waktu, ia dapat hidayah dan masuk Islam. Sekian
ceritanya, karena memang ‘Kasykul’ isinya cerita pendek.
|Nikmati cerita ini dengan pikiran sederhana, tak perlu penafsiran
macam-macam apalagi hermeneutika. Karena saya hanya ingin bernostalgia dengan
buku-buku ayah saya, buku-buku keluarga saya. Juga ingin mohon doa, supaya
terlecut untuk lebih rajin, efektif dan ikhlas baca|