أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Monday, October 1, 2012

Arah Kiblat; Kajian dari Berbagai Sisi



Arah Kiblat; Kajian dari Berbagai Sisi[1]
Oleh: Musa Al Azhar, Lc. (Tim AFDA)

A. Pendahuluan
Beruntung rasanya menjadi manusia muslim. Manusia yang disadarkan akan tugas utama di muka bumi, memakmurkannya dengan apa yang dituntunkan oleh Penciptanya. Lahirlah interkoneksi antara ilmu alam dengan ilmu syariat. Keduanya ibarat koin yang jelas memiliki dua sisi. Dalam beberapa persoalan ilmu syariat digunakan untuk mengatur penerapan ilmu alam. Begitu juga sebaliknya, ilmu alam digunakan untuk merinci perintah syariat.

Ambil sebuah contoh, persoalan salat lima waktu yang sudah menjadi kebutuhan harian seorang mukmin. Pelaksanaan solat membutuhkan perusahaan tekstil yang merealisasikan syarat sah menutup aurat. Membutuhkan perusahaan air untuk bersuci. Membutuhkan arsitek, kontraktor, dan tukang untuk menegakkan keutamaan salat di masjid. Membutuhkan rangkaian listrik tertentu yang diubah menjadi pengeras suara, sehingga 27 derajat solat berjamaah lebih mudah dicapai. Tidak kalah pentingnya adalah ilmu falak untuk merealisasikan ‘menghadap kiblat’.

B. Definisi
Kata al-Qiblah memiliki makna al-Jihah. Dikatakan bahwa al-Qiblatu Nâhiyat al-Shalât. Ungkapan Aina Qiblatuka? (Kemana ‘kiblatmu’?) berarti Aina Jihhatuka? (Kemana arahmu?).[2] Sedangkan bangunan yang menjadi kiblat bagi umat Islam adalah Kabah, yaitu bangunan persegi yang terletak di jantung kota Makkah.[3]

Dahulu, ketika matematika belum memasyarakat di Arab, kaum muslimin menggunakan kemampuan observasi alam mereka untuk menentukan arah kiblat. Posisi Kabah sendiri menurut David A. King sangat menguntungkan secara astronomis. Satu sisi Kabah searah dengan kemunculan bintang Canopus (al-Suhail) yang sering terbit di arah tenggara. Sementara sisi yang berlawanan dengan sisi di atas tepat mengarah di tempat terbitnya matahari pada titik baliknya di musim panas (summer solistice). Sehingga mereka tinggal menyesuaikan dengan fenomena tersebut ketika berada jauh dari Kabah. [4] SubhânalLâh
Gambar 1
C. Sejarah Kabah
1. Kabah Sebelum dan di Masa Nabi Ibrahim
Sesuai yang tersurat dalam al-Quran dan terkenal di kalangan sejarawan, Nabi Ibrahim As. dan Nabi Ismail As.-lah yang membangun Kabah. Namun, tidak sedikit pula riwayat yang menyatakan bahwa Kabah dibangun oleh para malaikat jauh sebelum Nabi Ibrahim As. membangunnya. Meskipun riwayat tersebut lemah, namun tidak ada salahnya penulis mencantumkannya dalam makalah ini sebagai tambahan wawasan.

Konon, Allah Swt. marah kepada malaikat karena ditanya soal penciptaan Nabi Adam As. Singkat cerita malaikat pun menyesal dan bertobat kepada Allah Swt. Kemudian para malaikat pun tawaf mengitari arsy-Nya sebanyak 7 kali. Turunlah Rahmat Allah Swt. kepada mereka. Kemudian Allah Swt. meletakkan Baitu’l Ma`mûr di bawah arsy. Terhadap malaikat yang menghuni bumi, Allah Swt. juga memerintahkan mereka untuk membangun bangunan yang seperti Baitu’l Ma`mûr. Di waktu Nabi Adam As. mengunjungi bangunan tersebut untuk berhaji, malaikat berkata, ”Wahai Adam, lihatlah kami yang sudah berhaji di sini 1000 thaun sebelum engkau”. Menurut al-Umari[5] dalam masterpiece-nya, Masâliku’l Abshâr fî Mamâliki’l Amshâr, Nabi Adam As. dan keturunannya tawaf terhadap bangunan tersebut sampai datang banjir pada masa Nabi Nuh As. Bangunan tersebut diangkat ke langit, sampai datang Nabi Ibrahim As. bersama putranya, Nabi Ismail As. membangun Kabah yang ada sekarang ini di atas fondasi yang lama.[6]

2.Perpindahan Kiblat (Tahun Kedua Hijrah)
Setelah menjalani fase Makkah selama 13 tahun, Rasulullah Saw. dan kaum muslimin diperintahkan untuk hijrah. Menurut Prof. DR. Marwan Syahin[7] ketika memberikan kuliahnya, salah satu tujuan hijrah adalah membangun cetak biru peradaban Islam di daerah yang baru dan jauh dari gangguan penentang dakwah Islam. Dipilihlah Yatsrib (yang selanjutnya dinamai al-Madinah al-Munawwarah) sebagai tujuan hijrah. Yatsrib sebelumnya dihuni oleh ahli kitab, Nasrani dan Yahudi. Mereka juga tidak begitu saja menerima dakwah Islam. Namun, melalui piagam Madinah, perdamaian kota bisa direalisasikan.

Dalam membangun peradaban Islam, Rasulullah Saw. juga merumuskan hal-hal yang berfungsi membedakan antara masyarakat muslim dengan lainnnya. Di antaranya adalah kiblat. Maka Rasulullah Saw. memohon kepada Allah Swt., agar kiblat salat  umat muslim dipindah dari yang semula menghadap Masjid al-Aqsha, menjadi ke Masjid al-Haram.

قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ‌ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةً۬ تَرۡضَٮٰهَا‌ۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ‌ۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُ ۥ‌ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡ‌ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَـٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ (١٤٤(
Artinya: “Sungguh Kami [sering] melihat mukamu menengadah ke langit [4], maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang [Yahudi dan Nasrani] yang diberi Al Kitab [Taurat dan Injil] memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (al-Baqarah: 144)

Kontan,  orang Yahudi banyak komentar terhadap hal ini, namun itu semua terjawab oleh Firman Allah Swt.

سَيَقُولُ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَ ٱلنَّاسِ مَا وَلَّٮٰهُمۡ عَن قِبۡلَتِہِمُ ٱلَّتِى كَانُواْ عَلَيۡهَا‌ۚ قُل لِّلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُ‌ۚ يَہۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬ (١٤٢(
Artinya: “Orang-orang yang kurang akalnya [1] di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka [umat Islam] dari kiblatnya [Baitul Maqdis] yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus [2]. (al-Baqarah142)

Peristiwa ini terekam dengan baik dalam berbagai literatur hadis, di antaranya:
· حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ أَوَّلَ مَا قَدِمَ الْمَدِينَةَ نَزَلَ عَلَى أَجْدَادِهِ أَوْ قَالَ أَخْوَالِهِ مِنَ الأَنْصَارِ وَأَنَّهُ صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلاَةٍ صَلاَّهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ صَلَّى مَعَهُ فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ مَسْجِدٍ وَهُمْ رَاكِعُونَ فَقَالَ أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِبَلَ مَكَّةَ فَدَارُوا كَمَا هُمْ قِبَلَ الْبَيْتِ وَكَانَتِ الْيَهُودُ قَدْ أَعْجَبَهُمْ إِذْ كَانَ يُصَلِّى قِبَلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَهْلُ الْكِتَابِ فَلَمَّا وَلَّى وَجْهَهُ قِبَلَ الْبَيْتِ أَنْكَرُوا ذَلِكَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ فِى حَدِيثِهِ هَذَا أَنَّهُ مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوَّلَ رِجَالٌ وَقُتِلُوا فَلَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ[8]
· حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ[9]
Setelah mengumpulkan beberapa hadis yang berkaitan, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Saw. pertama kali salat menghadap Kabah adalah ketika salat Zhuhur bersama Bani Salamah. Sedangkan di Masjid Nabawi, salat pertama menghadap Kabah adalah salat Asar beberapa saat kemudian. Kemudian salah seorang sahabat mengabarkan kepada kaum muslimin yang sedang salat subuh di Masjid Quba, di luar Madinah.

Selain itu, timbul sebuah pertanyaan, berapa lama kaum muslimin salat menghadap Masjid al-Aqsha? Dalam satu hadis ada kata 16 bulan, ada pula 17 bulan. Ibn Hajar al-Asqalani (852 H), mendamaikan pertentangan ini dalam masterpiece-nya Fathu’l Bâri bi Syarhi Shahîhi’l Bukhâri. Bagi yang menghitungnya 16 bulan, ia tidak menghitung bulan dimana Nabi Hijrah, sedangkan yang menghitungnya 17 bulan, maka ia memasukkannya. Nabi Saw. hijrah pada bulan Rabiul Awal, sedangkan perpindahan kiblat ada di pertengahan bulan Rajab.[10]

D. Hukum Kiblat Menurut Empat Mazhab
Sangat menarik melihat bagaimana para ulama berijtihad dalam persoalan menghadap kiblat. Di bawah ini penulis coba memaparkan hasil ijtihad para ulama mazhab tersbut.
1)      Hanafiyah
·   Berpatokan pada masjid-masjid kuno yang dibangun sahabat dan tabi’in.
·   Bertanya kepada orang lain dengan urutan kepada yang terdekat (penduduk setempat), yang ditanya mengerti arah kiblat, dan kesaksian yang ditanya bukan seorang kafir atau anak-anak
·   Jika dua cara di atas tidak dapat dipenuhi, maka gunakan prasangka
2)      Malikiyah
·   Berpatokan kepada masjid-masjid kuno yang ada
·   Meneliti tanpa bertanya (jika mampu)
·   Bertanya kepada orang lain
3)      Syafi`iyah
·   Mencari sendiri
·   Bertanya kepada orang yang kredibel
·   Berijtihad
·   Taqlid
4)      Hanabilah
·   Berpatokan kepada masjid-masjid (mihrâb) kuno
·   Bertanya kepada orang yang adil. Prasangka boleh digunakan ketika waktu salat sempit, ketika masih lapang, dianjurkan berijtihad terlebih dahulu.[11]

Penulis jelas tidak punya otoritas untuk membatasi kitab fikih, tafsir, hadis, dan sebagainya dalam kajian arah kiblat. Semakin luat referensinya, maka akan ditemukan hasil yang lebih maksimal.

E. Cara Menentukan Arah Kiblat
1. Fenomena Matahari di atas Kabah
Dua kali dalam setahun, matahari mampir tepat di atas kota Makah, yaitu  pada tanggal 28 Mei pukul 12.18 waktu Makah dan 16 Juli 12.27 waktu Makah. Fenomena ini sering disebut al-Istiwâ’ al-A`zham, Zawâl, atau Rashdu’l Qiblah. Fenomena ini disebabkan oleh gerakan semu matahari yang disebut gerak tahunan matahari (musim). Selama bumi beredar mengelilingi matahari, sumbu bumi miring 66,5 derajat terhadap bidang edarnya. Sehingga selama setahun matahari terlihat mengalami pergeseran 23,5 derajat Lintang utara sampai 23,5 derajat Lintang Selatan. Saat nilai azimut matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis suatu tempat, maka di tempat itu terjadilah peristiwa al-Istiwâ’ al-A`zham, yaitu melintasnya matahari melalui zenit.

Cara memanfaatkan momen ini adalah, dengan meletakkan sebuah tongkat pada waktu tersebut (konversi terhadap waktu Makah). Tongkat tersebut akan membentuk bayangan yang mengarah ke Kabah. Sebagaimana di gambar 2.
Gambar 2

Tidak semua tempat dapat mengalami fenomena ini, hanya tempat-tempat yang matahari sudah terbit atau belum terbenam setelah dikonversi dengan waktu Mekkah-lah yang dapat mengalami fenomena ini. Dengan kata lain, daerah-daerah yang terpisah 90 derajat dari kota Makah.[12]

Gambar 3
Andaikata matahari tertutup awan, ada waktu toleransi, yaitu sekitar 5 menit setelah waktu al-Istiwâ’ al-A`zham, bahkan satu hari setelahnya.

2. Rasi Bintang
Di antaranya adalah memanfaatkan rasi Orion/Waluku/The Hunter/al-Jabbâr[13] yang dengan mudah dapat dilihat selama November-Februari. Dalam mitologi Yunani, Orion digambarkan sebagai seorang ksatria. Orion tersusun atas beberapa bintang. Sebagai tanda pengenal adalah sabuknya yang tersusun dari tiga bintang yang berderet ke barat, Alnitak, Alnilam, dan Mintaka. Ada pula Ibth al-Jauzâ’ (Betelgeuse) yang ada di atas dan berwarna merah. Juga Rigel sebagi bintang paling terang di rasi orion, dan bintang paling terang urutan keenam di langit.
Gambar 4

3. Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometry)
Ilmu ini digunakan untuk mengukur permukaan benda berbentuk bola. Prakteknya, dengan menarik garis antara titik Kabah dengan titik tempat (yang akan ditentukan arah kiblatnya) dengan titik Kutub Utara. Maka akan membentuk sebuah segitiga dengan tiga sudutnya.
Gambar 5
Untuk mengitung arah kiblat dengan rumus ini, maka yang dibutuhkan adalah koordinat Kabah (φ = 21° 25’ LU dan λ = 39° 50’ BT) dan koordinat tempat yang akan dicarai arah kiblatnya. Bisa didapat di berbagai sumber. Kemudian diselesaikan dengan rumus berikut:
4. Software dan Situs
Banyak software dan situs di dunia maya yang dapat dimanfaatkan untuk mencari arah kiblat suatu tempat. Misalnya software seperti Accurate Times keluaran ICOP

Gambar 6

Salah satu fitur yang terdapat dalam software ini adalah penentu arah kiblat. Tinggal menyesuaikan data tempat dan masuk ke fitur yang dimaksud, akan keluar hasil seperti ini:
Gambar 7

Beberapa situs seperti http://www.qiblalocator.com/ sangat membantu dalam penentuan arah kiblat.

F. Penutup
Kolaborasi antara ilmu falak dengan ilmu syariat terbukti menghasilkan hal yang sangat membantu dalam pelaksanaan tugas khilafah di muka bumi. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat menginspirasi. WalLahu a`lamu bi al-Shawâb

Daftar Pustaka

Al-Quran al-Karim

al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathu’l Bâri bi Syarhi Shahîhi’l Bukhâri¸ ditahkik oleh Muhibudin al-Khatib, et. al., vol. I, Dâr al-Rayyân, Kairo, Mesir, cet. I, 1407 H/1986 M

al-Kharbuthli, Ali Husni, Târîkhu’l Ka`bah, Dâru’l Jail, Beirut, Libanon, cet. III, 1411 H/1991 M

Arkanudin, Mutoha, Modul Pelatihan Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat, Rukyatulhilal, Indonesia, 2007 M

Butar Butar, Arwin Juli Rakhmadi, Pengantar Ilmu Falak, Lembaga Penerbitan PCIM-Kairo, Mesir,  cet. II, 2010 M

Ibnu Manzhur, Lisânu’l `Arab, ditahkik oleh Abdullah Ali et. al., vol. V, Dâru’l Ma`ârif, Kairo, Mesir, t.t.

King, David, `Ilmu’l Falak wa’l Mujtama` al-Islâmiy, dalam Rusydi Rasyid, et. al., Mausû`at Târîkh al-`Ulûm al-`Arabiyyah¸ vol. I, Markaz Dirâsât al-Wihdah al-`Arabiyyah, Beirut, Libanon, cet. II, 2005 M

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, MTT-PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Indonesia, cet. II, 1430 H/2009 M

Syahin, Marwan Mustofa, Durûs min Sîrah al-Nabi fi’l `Ahd al-Madani, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, 1432 H/2011 M

Mutawali, Zainul Abidin, Wa bi al-Najm Hum Yahtadûn, Hai’ah al-Mishriyyah al-`Âmmah li’l Kutub, Kairo, Mesir, 2005

Program Mausû`atu’l Hadîts al-Syarîf, Jam`iyyatu’l Makniz al-Islâmi, ver. 2. 0. 3






[1] Dipresentasikan dalam Islam Islamic Astronomy Basic Training, Aula Rumah Limas  KEMASS Mesir, 10 Juli 2012
[2] Ibnu Manzhur, Lisânu’l `Arab, ditahkik oleh Abdullah Ali et. al., vol. V, Dâru’l Ma`ârif, Kairo, Mesir, t.t., Hal. 3521 (قبل)
[3] David King, `Ilmu’l Falak wa’l Mujtama` al-Islâmiy, dalam Rusydi Rasyid, et. al., Mausû`at Târîkh al-`Ulûm al-`Arabiyyah¸ vol. I, Markaz Dirâsât al-Wihdah al-`Arabiyyah, Beirut, Libanon, cet. II, 2005 M, hal. 173
[4] Ibid., hal. 174
[5] Syihabuddin al-Umari, seorang sejarawan asal Damaskus. Wafat tahun 749 H di Kairo
[6] Ali Husni al-Kharbuthli, Târîkhu’l Ka`bah, Dâru’l Jail, Beirut, Libanon, cet. III, 1411 H/1991 M, hal. 11-12
[7] Guru besar hadis dan ilmu hadis Universitas al-Azhar
[8] Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari, Kitab al-Iman, Bab al-Shalât min’l Îmân, no. 40
[9] Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari, Kitab al-Shalât, Bab mâ Jâ’a fi’l Qiblah..., no. 406
[10] Marwan Mustofa Syahin, Durûs min Sîrah al-Nabi fi’l `Ahd al-Madani, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, 1432 H/2011 M, hal. 18. Lihat sumber aslinya, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu’l Bâri bi Syarhi Shahîhi’l Bukhâri¸ ditahkik oleh Muhibudin al-Khatib, et. al., vol. I, Dâr al-Rayyân, Kairo, Mesir, cet. I, 1407 H/1986 M, hal. 120
[11] Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, Pengantar Ilmu Falak, Lembaga Penerbitan PCIM-Kairo, Mesir,  cet. II, 2010 M, hal. 49
[12] Ibid., hal. 57
[13] Zainul Abidin Mutawali, Wa bi al-Najm Hum Yahtadûn, Hai’ah al-Mishriyyah al-`Âmmah li’l Kutub, Kairo, Mesir, 2005, hal. 272

No comments:

Post a Comment