أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Friday, December 30, 2011

Sedikit Bocoran dari Autobiografi Prof. DR. Yusuf al-Qaradhawi


Siapa yang tidak kenal dengan Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, seorang ulama besar dan pejuang Islam dengan gerakan-gerakan dan penanya. Kata seorang kakak kelas saya, “Apa sih yang nggak nggak ditulis sama al-Qaradhawi?”. Yusuf al-Qaradhawi sangat produktif menghasilkan karya dengan berbagai tema, mulai dari fiqih, diantaranya “Halal dan Haram dalam Islam, Fikih Prioritas, termasuk kumpulan fatwa beliau”, hadis “Fikih Zakat (saya memasukkan “Fikih Zakat” ke dalam karya beliau di bidang hadis mengingat karya ini merupakan desertasi beliau di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar yang dimasukkan dalam kategori karya hadis setuju atau tidak, dikembalikan ke pembaca, tapi bisa dilihat Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab volume III), Berinteraksi dengan Sunnah, Pengantar Studi Sunnah Nabawiyah”, tafsir dan ilmu al-Quran “Bagaimana Berinteraksi dengan al-Quran”, politik “Fikih Kenegaraan dalam Islam”, ada yang mau menyebutkan banyak yang lain?

Banyak orang yang mengagumi dan senang dengan beliau, tapi ada juga tidak sependapat, tidak suka, bahkan anti dengan Syeikh Yusuf al-Qaradhawi. Sayangnya, golongan kedua banyak yang tidak menilai al-Qaradhawi dengan “Undzur MAA qaala wa LAA tandzur MAN qaala”. Kalau boleh menduga, mungkin ketika mendengar hal ini al-Qaradhawi hanya akan tersenyum tidak akan terlalu serius menanggapi. Jangankan tulisan yang mencaci beliau. “Halal dan Haram”-nya juga mendapat kritik dari seorang ahli hadis Muhammad Nashiruddin al-Albani. Bedanya, kritik al-Albani diajukan dalam bentuk buku yang ditulis dengan bagaimana seharusnya sebuah kritikan disampaikan. Menanggapi hal ini, tidak pernah terdengar al-Qaradhawi kemudian mencak-mencak, justru beliau menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada al-Albani yang telah memberi perhatian terhadap karyanya.

Saya pernah menemukan beberapa sebuah tulisan tercetak yang terdiri dari beberapa lembar, isinya mengkritik Yusuf al-Qaradhawi, lebih tepatnya menukil beberapa perkataan beliau kemudian dibantah sesuai pendapat penulis. Sangat tidak sebanding dengan karya al-Qaradhawi yang selalu berisikan: 
  1.   Makna etimologis dan terminologis dari sesuatu yang sedang diangkat, sehingga nyambung antara sesuatu yang di-dalil-i dengan dalilnya.
  2. Dalil al-Quran dan Sunnah beserta istidlal-nya. Meminjam bahasa seorang teman, tidak pernah ditemukan beliau mengharamkan/membolehkan poligami dengan dalil “Qul huwa Allahu Ahad..”
  3. Pendapat para ulama terdahulu maupun yang sezaman dengan beliau. Catat, beliau selalu mengutip pendapat dari kitab-kitab babon para ulama. Misalnya dalam Bab Pengantar ijtihad dalam buku “Ijtihad dalam Syariah Islamiyah”, beliau banyak mengutip dari “Irsyad al-Fuhul”-nya Imam al-Syaukani dan “al-Mustashfa”-nya Imam al-Ghazali. Dua di antara banyak karya besar dalam bidang ushul fikih.
  4. Kondisi kekinian. Contohnya, dalam persoalan Zakat al-Fithri, beliau termasuk ulama yang membolehkan uang atau yang senilai sebagai pengganti makanan pokok. Dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya, bisa jadi orang sekarang lebih butuh uang daripada makanan (karena mungkin sudah lebih mudah didapat), diwajibkannya makanan pokok (contoh: gandum) justru bisa memacu permintaan pasar akan gandum yang meningkat drastis menjelang hari raya, dan lain-lain. Silahkan lihat di “Pengantar Studi Sunnah Nabawiyah”. Beliau juga bukan yang pertama kali membolehkannya. Kalau tidak salah, Hanafiyah juga kan? Dalam penentuan awal bulan pun, beliau juga ‘mendengarkan’ perkataan astronom dalam konsep fenomena alami awal bulan.
  5.  (dan seterusnya, bagaimana pendapat para pembaca buku-buku al-Qaradhawi?)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa al-Qaradhawi adalah seorang mujtahid dan penulis dengan model ‘kupas tuntas’. Tidak sekedar berkata ini halal/sunnah/bagian dari Islam dan itu haram/bid’ah/kafir ketika menghadapi sebuah persoalan. Sehingga (singkatnya), beliau berhasil mencocokkan antara persoalan-dalil-hukum.

Sepulang dari mengikuti pelajaran di Masjid al-Azhar, rasanya butuh refereshing. Maktabah (Toko buku) el-Shorouk merupakan salah satu tempat yang bisa dituju apabila ingin mendapatkan banyak koleksi buku Yusuf al-Qaradhawi selain Maktabah Wahbah. Keduanya terletak di Downtown, Cairo. Di antara buku-buku yang dipajang di “New Released” ada buku “Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab volume 4”. Yap, itu adalah buku sejarah hidup dan perjalanan Yusuf al-Qaradhawi yang beliau tulis sendiri. Beliau menulisnya karena permintaan banyak orang. Ketika menuntut ilmu, memang yang menjadi prioritas adalah buku-buku yang sesuai disiplin ilmu masing-masing. Tapi, membaca ‘kisah sukses’ orang-orang tertentu bisa jadi penting. Selain menambah semangat, mencari inspirasi, banyak juga ilmu yang bisa didapat. Apalagi buku itu ditulis oleh si pelaku sejarah.

90 pound Mesir (1 Pound = 1500 rupiah kurang sedikit) rasanya tidak akan sia-sia apalagi setelah membaca sedikit resume yang menggoda di halaman belakang. Usai melihat daftar isi, rasanya ada satu bagian yang ‘eye catching’. Judulnya “Beberapa Pertanyaan Penting dari Para Profesor di Malaysia”. Saya akan mencoba membocorkan sedikit dari buku yang baru di-launching penerbit Shorouk 2011 ini.


Yusuf al-Qaradhawi berkata: (dengan terjemahan bebas tetap mempertahankan makna dari saya sendiri)
Ketika saya mengunjungi beberapa Universiti (bahasa Malaysia-pen) di Malaysia, dalam sebuah forum beberapa Profesor di Malaysia mengajukan beberapa pertanyaan penting:

1.       Bagaimana menulis buku? Karya yang ditulis sangat melimpah padahal sangat sibuk.
Seorang profesor (saya lupa namanya) bertanya: “Kami mengenal anda sebagai seorang yang sangat sibuk. Menghadiri seminar-seminar dan selalu bergerak dalam dakwah. Anda juga seorang penulis yang sangat produktif dan berkualitas. Anda juga menulis dalam berbagai bidang. Ya..kami ini juga seorang akademisi seperti anda, jujur, baru menulis 4-5 buku saja rasanya sudah wah. Padahal anda sudah puluhan. Pertanyaannya, dari mana anda mendapatkan waktu untuk menghasilkan karya-karya tersebut?”

Saya jawab : Kita sebagai seorang muslim yang pertama harus mengembalikan semua keutamaan ini kepada Allah Pemilik Segala Keutamaan. Bagaimanapun semua itu berasal dari Allah yang memberi taufiq. Nabi Syu’aib pun berkata (lihat surat Hud : 88). Begitu juga Nabi Musa ketika akan menghadapi Fir’aun berdoa (lihat Thaha : 25-28).

Waktu yang Berkah dan Memanfaatkan Berbagai Nikmat, Potensi, dan Kemampuan
Sebab lainnya adalah ‘berkah’ dari Allah. Yang lemah bisa jadi kuat dengan berkah. Yang sedikit bisa jadi banyak dengan berkah juga. Lihatlah Umar bin Abdul Azis, hanya memerintah selama 30 bulan, tapi karena berkah ya bisa jadi seperti itu. Imam Nawawi yang umurnya 45 tahun juga karyanya banyak. Sekali lagi, itu karena berkah dari Allah.

Kalau dengan bahasa sekarang ini, ‘berkah’ adalah: Menggunakan segala nikmat, potensi, dan kemampuan untuk mempersembahkan karya terbaik dalam waktu yang sangat pendek.

Pembiasaan dan Kontinyuitas
Saya ini orangnya nggak pernah nge-libur. Musim panas-musim dingin, pagi-sore, libur Jumat, libur mingguan, libur tahunan, pokonya saya ini kerja terus. Kadang-kadang, banyak pikiran bikin saya nggak bisa tidur. Ngantuk-nya terbang begitu saja. Saya bangun saja terus ke perpustakaan saya.

Menulis di Perjalanan.
Saya menulis ketika transit di bandara. Itu kan ada waktu beberapa jam, saya pakai untuk menulis. Saya juga menulis di pesawat apalagi kalau perjalanan jauh seperti ke Eropa, Amerika, dan lain-lain.

Pernah, ketika dalam perjalanan dari Kairo ke London. Sama-sama di kabin kelas satu ada teman saya, seorang ulama, peneliti,dai, dan pendidik yang terkenal: DR. Izzuddin Ibrahim. Ketika beliau mau ke ‘lavatory’, beliau melihat saya sedang menulis (Lalu terjadi percakapan-pen)
Izzuddin (I) : Sedang nulis apa Syeikh Yusuf?
Al-Qaradhawi (Q): Saya sedang menulis ilmu...menulis buku wahai Doktor
I       : Loh, anda menulis buku tanpa referensi?
Q     : Ya, ini dari ingatan dan pemikiran, nanti setelah pulang baru saya cek lagi kalau ada yang butuh dicek...
I       : Anda begini terus setiap perjalanan?
Q     : Yap, setiap perjalanan saya begini, terutama ketika berangkat, kalau perjalanan pulang biasanya saya sudah capek
I       : 0o0o, sekarang saya sudah tahu rahasianya, anda tidak pernah menyia-nyiakan waktu dan kontinyu dalam bekerja

Akhirnya, orang-orang Malaysia juga berkata, ”Sekarang kita juga tahu rahasianya, semoga anda selalu dalam bimbingan Allah, diberkahi, dan senantiasa kontinyu”.

2.       Kenapa menulis buku? Apa motivasinya?
Pertanyaan kedua: “ Mengapa anda menulis buku? Apa yang mendorong anda untuk itu?”

Saya jawab: Ada beberapa hal yang mendorong saya menulis buku:
Pertama Ada permintaan, dan saya juga merasa tergerak & mampu untuk memenuhinya. Seperti buku “Halal dan Haram dalam Islam”. Saya diminta oleh para ulama al-Azhar via Kantor Urusan Wawasan Keislaman. Ini diperuntukkan bagi muslim minoritas di barat. Sebenarnya kalau tidak ada permintaan itu, saya juga tidak kepikiran untuk menulis tentang tema tersebut waktu itu.

Kalau buku “Syariat Islam Cocok Diterapkan di Setiap Waktu dan Tempat”, waktu itu tulisan saya diminta (sekalian saya juga diminta datang) dalam sebuah seminar tentang syariat di Libiya. Buku “Tsaqafah al-Da’iyah” juga sama, ketika ada konferensi internasional pertama untuk memberi pembekalan para dai di Madinah.

Kedua Sebagai counter attack bagi mereka yang menyerang Islam atau bahkan bagi orang Islam sendiri tapi yang sudah rusak pemahamannya. Seperti buku “Islam vis a vis Sekularisme”, buku “Serangan Sekularis terhadap Islam, dan lain-lain.

Ketiga Saya sendiri punya unek-unek yang harus disampaikan. Tentang berbagai hal dalam Islam. Misalnya, membenarkan pemahaman yang salah, menjelaskan yang masih rancu, menjawab pertanyaan yang belum ditemukan jawabannya secara benar. Saya tulis dengan bahasa dan semangat kekinian. Intinya, yang tidak bisa kalau tidak saya sampaikan, ada sesuatu yang tersimpan di hati, bahkan membuat kantuk saya hilang kalau belum menulisnya. Seperti buku “Iman dan Kehidupan”, “Persoalan Kemiskinan”, dan lain-lain.

Oh ya, saya juga tidak suka mengulang karya orang lain atau karya saya sendiri kecuali kalau ada hal yang mendorong. Seperti permintaan untuk menjelaskan kembali ‘kitab-kitab yang besar’ kemudian ditampilkan kembali dalam bentuk yang lebih sederhana, atau semacamnya.

3.       Apa Rahasia dari Wawasan yang Luas dan Ensiklopedis?
Pertanyaan ketiga: “Anda seorang ulama lulusan al-Azhar, wawasan anda kan terbatas hanya hal-hal yang berbau syariah dan bahasa (Arab-pen). Tapi, ketika membaca buku dan mendengarkan ceramah anda, wah pokoknya sangat ensiklopedis lah. Jarang-jarang ada orang seperti ini. Di buku-buku anda juga bisa ditemukan pembahasan agama, bahasa, sastra, sejarah, ekonomi, filsafat, psikologi, sosiologi, pendidikan, dan lain-lain. Dari mana kok bisa mendapatkan semua itu?”.

Saya jawab: Sebagian memang saya dapat ketika mengikuti pendidikan formal di al-Azhar. Dulu saya ini seorang pelajar yang rajin dan unggul. Saya dapat ilmunya al-Azhar dan benar-benar saya kuasai. Khususnya dalam ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, dan balaghah. Saya dulu juga banyak membaca buku-buku sastra baik klasik maupun modern di luar sekolah.

Ketika saya masuk di Fakultas Ushuluddin (masa pendidikan s1 di al-Azhar adalah 4 tahun-pen), saya diberi wawasan yang beragam. Saya belajar sejarah Islam 4 tahun, filsafat dengan setiap periodenya juga 4 tahun sampai ke ilmu logika (mantiq), tasawuf, dan imu kalam, Sebagaimana saya juga belajar ilmu tafsir, hadis, dan ushul fikih. Saya juga belajar psikologi.

Setelah masuk s2 (teori atau tamhidi selama 2 tahun-pen), saya melengkapi wawasan di kuliah dengan wawasan yang lain. Saya belajar psikologi dan imu pendidikan dengan berbagai cabang ilmunya.

Saya juga baca-baca sosiologi dan ekonomi. Kalau ilmu ekonomi, saya banyak menguasainya ketika menulis “Fikih Zakat”.

Saya banyak belajar fikih dan ushul fikih, fikih perbandingan, pemahaman hadis, ketika masih di fakultas ushuluddin, setelah keluar sudah tidak sebanyak itu belajarnya.

Dengan hal-hal di atas saya banyak mendapatkan ilmu-ilmu itu, tentunya ini adalah kelebihan dan bimbingan dari Allah. Meskipun saya masih kurang dalam satu hal, dan ini yang saya merasa butuh untuk menguasai...bahasa asing.

4.       Buku yang Masih Ingin Diterbitkan
Pertanyaan keempat: “Apa masih ada buku yang ingin diterbitkan tapi belum kesampaian sampai sekarang?

Saya jawab: Ya, ada buku-buku yang ingin saya terbitkan tapi masih belum bisa sampai sekarang, semoga Allah membantu saya untuk merealisasikannya. Saya masih ingin menyempurnakan tulisan tentang Taisir Fiqh sesuai metode saya dalam hal penyampaian dan berdalil. Juga “Jalan Menuju Allah”, dan lain-lain.

Saya juga ingin menulis buku tentang sirah nabawiyah, ushul fikih, ushul hadis, tafsir al-Quran yang ringkas. Apabila Allah memberi umur, kesehatan, berkah, dan bimbingan, intinya saya masih mengharapkan itu semua. Atau mengharap sebagian, tinggal sebagian yang lain sisanya. Namanya juga manusia, tidak mungkin bisa melengkapi semua yang dia inginkan dalam hidup. Melihat kondisi semacam ini, saya ingin beberapa murid saya yang menulisnya sesuai dengan metode saya, dan semoga lebih baik dari saya. Untuk yang semacam itu, Allah Maha Perkasa. Setiap apa yang saya inginkan, semoga saya didoakan untuk mendapat ampunan, rahmat, dan diterima di sisi Allah....


Ya Allah, panjangkanlah dan berkahi umur beliau

No comments:

Post a Comment