أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Friday, December 30, 2011

Mengenal Kalender Hijriyah

(Ini tulisan lama saya, tentang kalender hijriyah...Besar harapan buat jadi karya yang lebih 'buku'. Oh ya, atas 'keusilan' seorang kakak kelas, tulisan ini dia utak-atik (alias di-edit) kemudian dimasukkan ke majalah Suara Muhammadiyah. Ok, jazakumullah K'....)

Selamat tahun baru semua! Semoga kebaikan dan ilmu kita senantiasa bertambah. Tahun baru? Ya, jangan lupa bahwa sekarang adalah bulan Muharram yang merupakan bulan pertama dalam kalender hijriyah. Sangat tidak bijaksana apabila kita mengikuti kebiasaan masyarakat yang memaknai tahun baru miladiyah hanya dengan countdown, terompet, dan pesta. Kalender hijriyah lahir melalui proses yang matang dan ilmiah. Ada spirit agama juga di dalamnya. Tulisan sederhana ini mencoba mengkaji sedikit tinjauan normatif kalender hijriyah.

Bulan sebagai Patokan Penanggalan

Bulan berevolusi sampai kembali membentuk posisi satu garis lurus antara matahari-bulan-bumi (fase ini disebut dengan konjungsi) selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Inilah yang dinamakan dengan satu bulan. Dua belas kali peristiwa ini 354 hari 8 jam 48 menit 35 detik) waktunya hampir sama dengan kala edar bumi mengelilingi matahari (satu tahun kalender Miladiyah). Al-Biruni (362-440 H), seorang astronom muslim, mengatakan bahwa inilah yang menyebabkan satu tahun dalam kalender Hijriyah ada 12 bulan (Ahmad Fuad Basya, Âfâqu’l Mu’âshirah fî Turâtsinâ al-‘Ilmi, hal. 148). Apabila kita melacak kembali pada kitab-kitab tafsir seperti Jâmi’u’l Bayân, Imam al-Thabari mengatakan bahwa jumlah 12 bulan dalam setahun adalah ketetapan Allah Swt. sesuai Firman Allah Swt. dalam Surah al-Taubah ayat 36-37. Imam al-Razi juga menambahkan bahwa jumlah 12 bulan dalam setahun ini sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfûdz dan tercantum dalam al-Quran.


Hilal (Newmoon)

Bukan sebuah judul film, melainkan inilah yang kemunculannya digunakan sebagai patokan awal bulan. Sebenarnya apakah arti hilal itu? Secara etimologis kata (الهلال) merupakan bentukan dari kata (الإهلال) yang berarti teriakan dan mengangkat suara. Dalam Lisânu’l ‘Arab, dinyatakan bahwa kata (الهلال) merupakan permulaan bulan ketika manusia meneriakkan suara ketika melihatnya di awal bulan. Keterkaitan antara teriakan dengan munculnya awal bulan dapat dipahami dari sini. Sudah merupakan kebiasaan orang Arab ketika melihat hilal sebagai tanda munculnya bulan baru, mereka kemudian mengumumkan dengan meneriakkannya. Namun secara umum, dalam memaknai hilal Ibnu Manzhur berpendapat bahwa ia adalah bulan sabit pada hari pertama dan kedua bulan qamariyah. (Ibnu Mandzur, Lisânu’l ‘Arab, hal. 4690)

Dari kalangan mufassir dalam memaknai hilal, mereka lebih menitikberatkan pada fungsinya. Sebab diturunkannya ayat ini adalah pertanyaan yang sering diajukan oleh orang Yahudi terhadap kaum muslimin tentang fungsi hilal. Kemudian turunlah Surah al-Baqarah ayat 189 datang memberikan penjelasan mengenai fungsi hilal. Dalam berbagai riwayat diterangkan bahwa kemunculan hilal berfungsi sebagai pedoman penentuan waktu bagi manusia khususnya dalam pelaksanaan ibadah.

Secara astronomis, definisi hilal (newmoon) adalah fase bulan setelah berada di satu garis bujur yang sama dengan matahari dan bumi. Dalam fase ini, bulan terlihat hanya sebagian kecil dari bagiannya setelah mengalami peristiwa konjungsi. Bagian kecil yang disinari matahari inilah yang disebut dengan hilal yang menandakan datangnya bulan baru.

Hisab ‘Urfi

 Dalam prakteknya, tentunya sangat mustahil menerapkan sebuah sistem kalender  lunar yang tepat 100 % dengan masa perjalanan bulan sinodis yang berjumlah 354 hari 8 jam 48 menit 35 detik setahun (354,367 hari). Tidak mungkin ada satu hari yang panjangnya hanya 8 jam 48 menit 35 detik. Oleh karenanya, ada sebuah strategi hisab ‘urfi dengan menggunakan sistem kabisat (tahun panjang, dalam Kalender Hijriyah panjangnya adalah 355 hari, sedangkan tahun basitah atau tahun pendek panjangnya adalah 354 hari, penambahan satu hari tersebut diletakkan pada bulan terakhir, Zulhijah). Penanggalan semacam inilah yang kita pakai di tanah air. Adapun metode pembagiannya adalah sebagai berikut:
  • Peredaran bulan sinodis: 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Angka 2,8 detik diabaikan karena sangat kecil sehingga tidak berarti. Dengan demikian, rata-rata hari dalam satu tahun adalah:
     29,5 hari x 12 = 354 hari
    44 menit x 12 = 528 menit
  • Jadi, dalam setahun ada 354 hari 528 menit  Berhubung manusia tidak mungkin menggunakan kalender dengan jumlah hari 0,5 maka untuk menyiasatinya bilangan pecahan 29,5 hari tersebut dikalikan dengan 2 sehingga menjadi 59 hari (hitungan 2 bulan). 30 hari diberikan kepada bulan ganjil, 29 hari diberikan kepada bulan genap. Sehingga, dalam satu tahun ada 6 bulan yang berjumlah hari 29 dan 6 bulan yang berjumlah hari 30. Apabila dijumlahkan maka akan didapatkan angka 354 hari (jumlah hari dalam satu tahun hisab ‘urfi). Angka 29 dan 30 ini juga sejalan dengan hadis Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa bulan itu bisa berjumlah 30 hari atau 29 hari.
  • Terdapat sisa 44 menit setiap bulan yang akan menjadi 528 menit setiap tahun. Dalam waktu 3 tahun, jumlah ini akan menjadi 1 hari lebih sedikit (528 x 3 = 1548 menit, 1 hari = 1440 menit). Dalam siklus 1 daur (1 daur ada 30 tahun karena apabila 0,367 hari yang merupakan sisa hari setiap tahun dikalikan dengan 30 tahun akan menghasilkan 11,01 hari dengan angka di belakang koma terkecil) akan menjadi 15480 menit atau genap 11 hari (15480 : 1440 = 11). Sisa 11 hari tersebut didistribusikan ke dalam tahun-tahun selama 1 daur (30 tahun). Masing-masing akan mendapatkan 1 tahun.

Adapun tahun-tahun yang mendapatkan tambahan satu hari dalam periode 30 tahun itu adalah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15 (ada yang mengatakan bahwa tahun kabisat adalah tahun ke 16), 18, 21, 24, 26 dan 29. Juga tahun-tahun yang angkanya merupakan kelipatan 30.

Terlihat adanya ketidakteraturan dalam penetapan kabisat, interval antara satu tahun kabisat dengan tahun kabisat berikutnya memang tidak teratur. Namun ada metode tersendiri dalam menetapkan tahun kabisat.

Untuk mengetahui apakah suatu tahun itu kabisat atau basitah, caranya dengan membagi bilangan tahun dengan 30 (1 daur), sisa pembagiannya apabila terdapat pada salah satu angka di atas, maka ia kabisat. Misalkan tahun 1359 : 30 = 45 daur sisa 9 tahun, berarti 1359 merupakan tahun basitah. Tahun 1431 : 30 = 47 daur sisa 21 tahun, berarti, 1431 merupakan tahun kabisat.

Hisab ‘Urfi dalam Timbangan

Konsekuensi dari metode penetapan bulan qamariyah seperti dikemukakan di atas adalah bahwa mulainya bulan qamariyah dalam hisab ‘urfi tidak selalu sejalan dengan kemunculan bulan di langit. Bulan Ramadhan dalam hisab ‘urfi ditetapkan umurnya 30 hari karena merupakan bulan bernomor urut ganjil (bulan ke-9), padahal bulan Ramadhan berdasarkan kemunculan Bulan di langit bisa saja berumur 29 hari dan justru Rasulullah Saw. lebih sering berpuasa selama 29 hari! Selain itu, bagaimanapun perhitungan 2,8 detik yang tadinya diabaikan akan terakumulasi menjadi satu hari setelah 2500 tahun.

Di antara salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan kalender dengan hisab hakiki. Hisab hakiki adalah metode penentuan awal bulan kamariah yang dilakukan dengan menghitung gerak faktual (sesungguhnya) Bulan di langit sehingga bermula dan berakhirnya bulan kamariah mengacu pada kedudukan atau perjalanan Bulan benda langit tersebut. Hanya saja untuk menentukan pada saat mana dari perjalanan Bulan itu dapat dinyatakan sebagai awal bulan baru terdapat berbagai kriteria dalam hisab hakiki untuk menentukannya. Salah satu negara yang menggunakan hisab hakiki dalam penanggalan adalah Republik Arab Mesir sebagaimana diungkapkan oleh Prof. DR. Muhammad Ahmad Sulaiman, salah seorang profesor dari Institut Riset Nasional Astronomi dan Geofisika Helwan, Mesir. Jadi, terkadang ada dua bulan berurutan yang jumlah harinya sama-sama 29. Namun semua itu tidak menjadi masalah karena kalender untuk beberapa tahun sudah bisa disusun sebelumnya menggunakan perhitungan yang akurat di zaman sekarang ini. Perhitungan yang berbeda dengan hisab taqribi yang masih belum mencapai tingkat keakuratan seperti saat ini.

Sejarah Kalender Hijriyah

Pada awalnya, masyarakat Arab kuno menggunakan sistem lunar calendar (pergerakan bulan sebagai patokan) murni. Namun, pada tahun 200 sebelum hijrah, masyarakat Arab mengubahnya menjadi sistem lunisolar calendar (penggabungan antara sistem solar dengan sistem lunar) yang menggunakan periode bulan mengelilingi bumi untuk satuan bulan, namun untuk penyesuaian musim dilakukan penambahan satu bulan atau beberapa hari (interkalasi).

Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut al-Nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun setelah Zulhijah. Kemudian, setelah turunnya Surah al-Taubah ayat 36-37, maka dirubahlah sistem kalender masyarakat Arab menjadi murni lunar calendar.

Mengenai bilangan tahun, masyarakat Arab sebelumnya tidak menggunakan bilangan tahun tertentu. Mereka menamai sebuah tahun dengan persitiwa besar yang terjadi pada tahun tersebut. Seperti Tahun Gajah.

Adalah sahabat Abu Musa al-Asy‘ari Ra. seorang sahabat yang ditunjuk menjadi Gubernur Basrah yang menyadari kelemahan hal ini. Dalam menjalankan pemerintahan di Basrah, tentu Abu Musa banyak mendapatkan surat dari pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Umar bin Khattab. Dalam surat-surat tersebut banyak terdapat perintah yang berkaitan dengan waktu. Misalnya perintah untuk mengerjakan sesuatu di bulan Syaban, “Kita tidak tahu apakah ini bulan Syaban tahun ini atau tahun kemarin” (Ali Hasan Musa, al-Tauqît wa al-Taqwîm, hal. 122).

Sehingga diadakanlah konferensi untuk membahas perlunya ditetapkan bilangan tahun. Terjadi perbedaan opini di antara para sahabat. Ada yang mengusulkan, tahun pertama hijrah adalah tahun ketika Nabi Saw. lahir, ada yang berpendapat ketika Nabi Saw. diutus. Akhirnya, setelah melalui proses perdebatan panjang, diterimalah usulan dari Ali bin Abi Thalib Ra., tahun pertama Hijriyah adalah tahun ketika Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah. Filosofinya, peristiwa hijrah Nabi Saw. yang terjadi pada bulan September 622 M adalah sebagai pembeda antara fase kejahiliyahan dengan yang haq. Akhirnya pada tanggal 20 Jumadil Awal akhir tahun 17 H, ditetapkan bahwa tahun 1 Hijriyah adalah tahun di mana Nabi Saw. hijrah ke Madinah.

Para sahabat juga bersepakat bahwa tahun Hijriyah dimulai pada bulan Muharam. Ada yang berpendapat bahwa hal tersebut dikarenakan sebelumnya adalah bulan Zulhijah atau bulan haji. Jadi, usai menunaikan ibadah haji, manusia kembali  mengerjakan urusan masing-masing di awal tahun baru dengan semangat baru. 1 Muharram 1 H sendiri bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 Masehi. Terkadang yang menjadi salah paham adalah, tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah adalah tanggal hijrah Nabi. Padahal Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awwal. 


No comments:

Post a Comment