أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Tuesday, August 6, 2013

Citra Sahabat

Sebuah pertanyaan muncul. Apakah orang-orang yang pertama kali masuk Islam berasal dari golongan bawah, alias miskin, bodoh, terbelakang, tidak punya kedudukan, dsb? Jawaban "ya" yang muncul dari pertanyaan tersebut tentunya akan membawa dampak tersendiri bagi pencitraan Islam. Islam dicitrakan sebagai agama "milik" orang-orang kelas bawah, miskin, bodoh, terbelakang, tidak punya kedudukan, dsb.

Bagi masyarakat awam yang belum mengenal Islam dengan baik, pencitraan tersebut memiliki beberapa dampak. Diantaranya, keraguan (bahkan keengganan) untuk melaksanakan ajaran Islam secara total (kaffah). Mereka akan beranggapan bahwa dengan melaksakan Islam secara total, akan berdampak kemunduran dalam hidup karena memandang bahwa agama ini "berisi" orang-orang yang terbelakang. Lihat saja, para sahabat Nabi yang pertama menjadi pemeluk agama ini.

Tuduhan tersebut tidak asal muncul. Sekilas, apabila kita membaca sejarah perjuangan menegakkan Islam, terutama pada bagian mereka yang pertama masuk Islam, akan kita dapati bahwa mereka hidup susah. Tertindas, tidak memiliki banyak harta, inferior, dsb. Bahkan, bukti paling kuat adalah pernyataan Abu Sufyan ketika ditanya oleh Kaisar Romawi Timur, Heraclius,"Apakah dari golongan orang-orang yang memiliki kemuliaan ( أشرف الناس ) atau justru orang-orang 'dhu'afa', yang mengikutinya (Nabi Muhammad Saw) ?" Abu Sufyan menjawwab," Mereka dari golongan 'dhu'afa'."

Peristiwa ini terekam dengan baik di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, kedua kitab hadis yang diterima dengan konsensus umat Islam. Tentunya tidak diragukan lagi validitasnya. Inilah yang digunakan oleh mereka sebagai bukti untuk memperkuat argumen bahwa umat Islam berasal dari golongan terbelakang.

Hadis tersebut shahih, tetapi bagaimanapun membutuhkan ketelitian apabila ingin memahaminya. Ketelitian adalah sebuah hal mutlak yang harus dimiliki oleh para ulama, sebagai pewaris Nabi yang bertugas menjelaskan Islam sebagaimana yang dipahami oleh Nabi dan para sahabat.

Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat 852 H), dalam Fathu'L Baari-nya (syarah/penjelasan dari Shahih Bukhari) memaparkan sebuah pemahaman hadis yang sangat baik. Menurut beliau, yang dimaksud dengan orang-orang yang memiliki kemuliaan ( أشرف الناس ) adalah mereka yang takabur, suka membanggakan diri, dan mengunggulkan prestis, bukan memiliki "kemuliaan/kehormatan" dalam arti sesungguhnya. Sedangakan yang dimaksud dengan "dhu'afa" dalam perkataan Abu Sufyan tersebut adalah mereka yang memiliki sifat kebalikan dari takabur membanggakan diri, dsb. Merekalah orang-orang yang tawadhu' dan tidak suka menonjolkan diri.

Apabila ( أشرف الناس ) diartikan sebagai kedudukan atau kemuliaan yang sesungguhnya, ini tidak tepat? Lihatlah Abu Bakar Ra. yang memiliki status sosial yang tinggi. Lihatlah Umar bin Khattab Ra yang termasuk dalam golongan pembesar Quraisy. Bukankah mereka juga merupakan porang-orang yang selalu berada dalam garis depan perjuangan Islam? Belum lagi apabila kita melihat sahabat yang lain. Segala kesusahan dan penindasan yang mereka alami merupakan sebuah konsekuensi yang harus mereka jalani dalam memperjuangkan Islam. Namun, ingatlah bahwa mereka menjalani semua itu dengan penuh rasa harap terhadap ridha Allah Swt..

Islam bukanlah antitesa dari kemajuan. Lihatlah ajaran Islam, yang mengajarkan manusia untuk mentauhidkan Allah dengan menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah yang harus memakmurkan bumi, mengubah nilai benda-benda di bumi menjadi lebih berguna, memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini tentunya tidak akan tercapai kecuali dengan kerjakeras, pengetahuan yang tinggi, dan hal-hal positif lainnya, yang mana itu semua adalah ajaran yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. untuk semua manusia, sebagai Rahmat bagi seluruh alam.

Ya Allah..jadikan menulis ini semata untuk mengharap ridho-Mu....
ربنا لاتأخذنا إن نسينا أو أخطأنا..

No comments:

Post a Comment