أهلا و سهلا

Selamat Datang | Dua puluh tahun aku menyelami dunia, itu sangat membantuku dalam memahami apa yang Tuhanku inginkan dariku untuk kukerjakan (al-Syafi`i) | Sama-sama berbuat, hanya yang tanpa ilmu lebih banyak MERUSAK-nya daripada membangun-nya (Hasan Bashri)| Mohon masukan...

Tuesday, August 6, 2013

Pak Toyo...Imam yang tak pernah jadi Kyai...

Cairo, 8 Maret 2010 13.50 clt (Cairo Local Time)

Masih sibuk dengan tugas menulis ulang buku "Revitalisasi Turats" disambi dengan chatting dengan keluarga di Indonesia. Di sela-sela pembicaraan mengenai bagaimana studi di al-Azhar, tiba-tiba :

Ayah: Mmm takhrij hadist, itu llmu yg sangat penting kak, tp rumit ya ?
Musa Al Azhar: ya...teliti aja yah..
Musa Al Azhar: banyak banget bahannya
Musa Al Azhar: harus bisa
Ayah: Kak, berita duka : ustadz partoyo barusan meninggal dunia
Musa Al Azhar: إنا لله و إنا إليه راجعون
Musa Al Azhar: barusan yah?

"5 menit yang lalu". Innaa lilLaahi wa Innaa ilaihi Raaji'uun...

........................................................................

Pak Toyo, begitulah kami biasa memanggil beliau, meskipun nama panjangnya adalah IMAM PARTOYO. Seorang Ustadz bersahaja di sebuah gerakan dakwah Lembaga Pendidikan Islam Terpadu (LPIT) Ya Ummi Fatimah & Bina Anak Sholeh (BIAS)...(sama aja kok..jangan dibedain ya,,). Beliau masih muda, tapi tidak demikian dengan ilmu yang beliau miliki. Oleh karena masa mudanya dulu dihabiskan untuk nyantri di Bangil dan Diploma LIPIA, kemudian mengamalkannya di LPIT Ya Ummi n BIAS, akhirnya beliau menikmati jerih payahnya. Beliau menjadi, kalau boleh kami sebut, Mustasyaar. Di setiap persoalan, terutama yang berkaitan dengan pengamalan wahyu, wa bi al-khushush fikih, kami tanyakan ke beliau. Jawaban beliau tidak pernah sulit atau terkesan sulit. Yah, begitulah jika seseorang yang memiliki kedalaman dan keluasan ilmu menghadapi sebuah persoalan.

Secara pribadi, aku baru dekat dengan Pak Toyo di tahun-tahun (bahkan bulan-bulan) menjelang keberangkatan pertamaku ke "sini". Sembari menunggu turunnya visa dan seat pesawat, bimbingan nahwu sharaf bersama beliau di pondok LPIT Ya Ummi Fatimah yang beliau asuh, Ponpes Ittihadu'l Muwahhidin, Pati,Jateng, adalah kegiatan yang selalu kunantikan. Berangkat Jumat, pulang Senin.

Selama belajar dengan beliau, semua jadi terkesan mudah. Aku mengharapkan belajar nahwu dari kitab-kitab seperti Alfiyah (atau minimal Jurumiyah kek..), ternyata malah diajarkan Kitab karangan guru Pak Toyo (guru kita semua), "Pak Kiai". Kitab nahwu yang kalah tebal dengan majalah tapi sangat manjur dan efektif untuk semua orang yang ingin belajar nahwu. Kitab yang hanya berisi sedikit teori dan banyak tabel. Berbentuk ringkasan memang, tapi itu justru menuntut pelajar untuk lebih aktif. Sekali lagi, semua pelajaran terasa mudah bersama Pak Toyo. Dalam mengajar, beliau juga selalu memberikan optimisme kepada siswanya.Beliau juga merupakan sosok yang penuh semangat. Tidak pernah ragu untuk 'jor-joran' membagi ilmu. Satu perkataan beliau yang selalu kuingat ketika merasa kesulitan dalam belajar hadis," Kalau kitab yang paling mudah dibaca itu, kitab-kitab ilmu hadis." Kata-kata simpel, meskipun terkesan 'nggampangke' tapi memancarkan semangat seorang penuntut ilmu yang tidak pernah menyerah. Huff...kalau lah berandai-andai itu boleh,maka.... "Andaikan belajar lebih lama bersama beliau.."

Seusai belajar, biasanya Pak Toyo selalu bercerita tentang masa-masa dulu ketika masih "mondok". Entah cerita tentang pengalamannya "ngisi" di luar pondok, atau apapun lah...Indah sekali mengenang masa-masa singkat itu. Mendengarkan cerita seorang berilmu lagi bersahaja, malam hari di teras rumah beliau yang menghadap hamparan tanah kosong sambil meneguk secangkir teh hangat. Suasana semakin hangat dengan pancaran kerendahan hati beliau .Hmm..inilah yang paling kusuka dari beliau. Beliau adalah orang yang sangat rendah hati. Dari caranya berbicara, mengajar, berdiskusi bahkan ketika berdebat pun...sangat terpancar hawa ke-tawadhu'an. Beliau bahkan mau mengakui apabila beliau salah. Justru dengan inilah semakin menunjukkan kualitas ilmu beliau.

Terus terang, aku kaget mendengar sosok bertubuh besar seperti Pak Toyo terserang kanker ganas. Sosok yang selalu mendakwahkan tauhid dan meninggalkan segala bentuk penghambaan kepada selain Allah atau hal-hal yang tidak ada dalam syariat ini kepada orang lain ini harus berjuang pula untuk menghadapi kanker ganas yang menggerogoti dirinya. Pernah terdengar berita tentang kesembuhan beliau. Tapi itu tidak lama. Beliau kembali harus menghadapi kanker yang datang lagi kepada beliau. Kata 'seorang calon dokter', "Kangker itu penyakit langsung dari Allah".

Di akhir hayatnya, alhamdulillah ! Meskipun kudengar bahwa para dokter sudah angkat tangan, tetapi Pak Toyo bisa menata hati. Beliau terlihat siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Seperti musafir yang sudah siap dan sedang menunggu "bus" yang akan datang menjemput.

Yah, sebagai seorang hamba yang tidak punya kekuatan apa-apa, kita hanya bisa mengatakan bahwa. Itulah yang terbaik buat Pak Toyo. Allah menyayangi, mengampuni dan merahmati seorang pejuang Tauhid ini. Semoga dengan panggilan ini, beliau berkumpul bersama dengan para pendahulu beliau yang juga memperjuangkan tauhid. Semoga beliau dikumpulkan oleh Allah bersama Para Nabi, sahabat, tabi'in, maupun para ulama yang Pak Toyo sendiri warisi ilmunya.

Ketika Pak Toyo pergi, semua merasa kehilangan. Meskipun, tentu yang paling merasakan adalah keluarga kecil yang beliau tinggalkan. Bu Toyo (Ustz. Siapa ya? Yuli?), Mas Makin, Mba' Lala, dan..adeknya (lupa namanya). Yah..semoga Allah melimpahkan pahala kesabaran pada mereka dan menjadikan salah seorang dari keturunan Pak Toyo sebagai pewaris perjuangan Pak Toyo.

Dengan kepergian beliau, pantanglah kita untuk terus larut dalam kesedihan. Berikan sedikit tempat dalam hati untuk sebuah kebanggaan. Kita bangga bahwa rekan seperjuangan kita sudah menghadap Penciptanya untuk kebahagian abadi. Seperti kebanggaan warga Palestina akan saudaranya yang sudah mendahuluinya karena syahid. Kebanggaan yang akan meningkatkan semangat kita dalam memperjuangkan Islam...sesuai dengan bidang kita masing-masing...

(Oh ya, ketika liburan musim panas kemaren, ada sebuah pembicaraan yang cukup menarik. Beberapa Ust. di LPIT Ya Ummi n BIAS ingin mendaftarkan Pak Toyo agar meraih gelar "Kiai"..Pasalnya, lahan dakwah Pak Toyo adalah masyarakat yang masih memiliki penghargaan tinggi terhadap orang berpangkat "Kiai". Jadi, untuk "memudahkan dakwah", maka gelar tersebut menjadi sebuah hal yang dirasa penting. Tapi, entah kenapa hal itu tidak terealisasi hingga sekarang. Tidak mengapa, karena keilmuan beliau cukup untuk itu semua, dan kalau berbicara pangkat. Beliau memiliki sebuah pangkat yang lebih tinggi dan pangkat itu diakui di seluruh dunia Islam. Pangkat yang hanya layak untuk seorang ulama yang juga menjadi "pemimpin bagi orang mukmin dalam ilmu". Apa itu? Itulah "IMAM". Lihatlah Imam al-Syafi'i, Imam Bukhari dll. Selain ulama, mereka juga pemimpin bagi ulama lainnya dalam keilmuan.Pak Toyo sudah menjadi IMAM sejak lahir, karena beliau adalah IMAM PARTOYO. (dan memang bagi kami..beliau layak untuk sebutan itu..karena kualitas beliau....) Selamat Jalan Pak Toyo...)


اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نُزُله . ووسع مُدخلهُ . واغسله بالماء والثلج والبرد ، ونقه من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس ، وأبدله داراً خيراً من داره ، وأهلاً خيراً من أهله وزوجاً خيراً من زوجه وأدخله الجنة وأعذه من عذاب القبر ومن عذاب النار

No comments:

Post a Comment